Oleh Dr Purwadi SS M.Hum.
Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara.
Hp 087864404347
A. Keselarasan Mataram
Keselarasan sosial diwujudkan oleh Sultan Agung sebagai wujud strategi budaya. Tradisi cemerlang ini dilanjutkan oleh Karaton Surakarta Hadiningrat. Serat Sastra Gendhing dan Nitipraja menjadi penduan untuk mawas diri.
Karaton Surakarta merupakan kelanjutan dari kerajaan Mataram.
Urutan raja Mataram yang memerintah dimulai tanggal 24 Maret 1579. Gelar raja pertama yaitu Panembahan Senapati ing Ngalaga Khalifahtullah Ngabdurrahman Sayiddin Panetep Panatagama. Seorang narendra gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil para marta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.
Raja kedua Mataram yakni Sinuwun Hadi Prabu Hanyokrowati, yang memerintah tahun 1601 – 1613. Lantas diteruskan oleh Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyokro Kusumo. Kerajaan Mataram mengalami masa kejayaan dan keemasan. Boleh dikata Mataram negeri kang gedhe obore, padhang jagade, dhuwur kukuse, adoh kuncarane, ampuh kawibawane.
Tepat pada hari Ahad Pon, 2 Sapar atau 20 Agustus 2023 diselenggarakan wilujengan surud dalem ke 378. Peringatan untuk memperingati hari wafat Sultan Agung yang dimakamkan di Pajimatan Imogiri tahun 1645. Upacara wilujengan bertempat di sasana sumewa pagelaran Karaton Surakarta Hadiningrat.
Titik keberangkatan dari sasana Handrawina. Perwakilan terdiri dari trah Sultan Agung, Sunan Amangkurat Tegalarum, Paku Buwana I, Sunan Amangkurat Jawi, Paku Buwana II, Paku Buwana III, Paku Buwana IV, Paku Buwana V, Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, Paku Buwana III, Paku Buwana IX, Paku Buwana X, Paku Buwana XI, Paku Puwana XII dan Paku Buwana XIII.
Masing masing perwakilan diberi tanda spanduk. Payung kebesaran mengiri ubarampe upacara. Berjalan dari halaman sasana handrawina, pelataran sasana sewaka, paningrat, pagangsan, untarasana, smarakata, marcukundha, kamandungan, sitinggil dan pagelaran alun alun lor. Prajurit prawira anom, prajurit, jayengastra, prajurit doropati berjalan paling depan. Disusul barisan ulama kanca kaji.
Sepanjang jalan berkumandang dzikiran sholawat Nabi. Busana prajurit gemebyar berwarna warni. Ulama berbusana serban. Pagi yang cerah itu siap untuk memuliakan Sultan Agung.
Tampak abdi dalem yang berasal dari Ponorogo, Blitar, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Malang, Surabaya, Magetan dan Ngawi. Untuk wilayah Jawa Tengah ada perwakilan dari Blora, Pati Purwodadi, Tegal Kebumen, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Magelang, Sragen dan Klaten.
B. Ekologi Kebudayaan
Sultan Agung paham atas peristiwa budaya yang terjadi di tanah Jawa. Ratu Retno Jinoli adalah putra sulung Prabu Hadi Hanyakrawati yang menikah dengan Ratu Banuwati. Pangeran Benawa Pajang besanan dengan Panembahan Senapati. Sultan Agung merupakan perpaduan darah Mataram dan Pajang.
Retno Jinoli menikah dengan Syeikh Jangkung atau Syekh Saridin. Tinggal di Nglandoh Kayen Pati. Leluhur Mataram yang sumare di kadipaten yakni Ki Ageng Penjawi, Nyi Ageng Ngerang, Ki Ageng Ngerang, Sunan Prawoto dan Pangeran Benawa. Maka tiap tahun Sultan Agung dan utusan Kraton Surakarta sowan ke tlatah Pati. Kunjungan ke Surabaya untuk memberi perhatian pada pangeran Pekik dan Ratu Wandansari. Pernikahan ini menurunkan Ratu Mas yang menikah dengan Amangkurat Tegalarum. Lahir Sinuwun Amangkurat Amral.
Kunjungan Sultan Agung ke Madiun untuk memuliakan Pangeran Timur atau Rangga Jumena. Putra Sultan Trenggana raja Demak menjadi Bupati Madiun pertama. Dari Retno Dumelah yang menikah dengan Panembahan Senapati menurunkan Ratu Mas Balitar, permaisuri Sinuwun Paku Buwana I.
Kediri dikunjungi Sultan Agung untuk mencerap ilmu kasanpurnan Prabu Jayabaya. Raja Daha Kediri memberi ramalan jaman kertayoga, duparayoga, kaliyoga dan kalisengara. Prabu Jayabaya dikenal sebagai narendra kang waskitha ngerti sakdurunge winarah.
Tuban dikunjungi oleh Sultan Agung untuk membangun maritim yang kuat. Pelabuhan Tanjungkodok peninggalan adipati Wilwatikta dibangun untuk memperlancar perdagangan dan pelayaran. Spiritual keagamaan Sunan Bonang dikembangkan untuk membentuk kesadaran toleransi budaya.
Wilayah Lasem Rembang diperhatikan Sultan Agung. Pabrik trasi dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Blora dikunjungi dalam rangka menanam jati di Cepu. Bojonegoro dibina dengan mendirikan pabrik tambang minyak tanah.
Demikian jasa kreatif Sultan Agung dalam membangun kerajaan Mataram tahun 1613 – 1645. Kerajaan Mataram makmur dan aman damai. Peringatan surud dalem Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyokro Kusumo tanggal 20 Agustus 2023 di Kraton Surakarta memberi inspirasi dan motivasi. Strategi budaya yang layak untuk dilestarikan.
Pusaka Bedaya Ketawang dibahas dengan penuh keagungan. Pada hari Jumat Pon, tanggal 25 Agustus 2023 diselenggarakan sarasehan budaya. Bertempat di Fakultas Bahasa Seni dan Budaya atau FBSB Universitas Negeri Yogyakarta. Dra GKR Koes Moertiyah Wandansari M.Pd, KRT Widyo Winoto dan Prof Dr Suminto bertindak selaku narasumber. Pahargyan utama diberikan oleh Dekan FBSB UNY, Prof Dr Sri Harti Widyastuti M.Hum. Hubungan dengan GKR Wandansari cukup dekat. Oleh karena warga UNY sering mengadakan penelitian di Karaton Surakarta Hadiningrat. Wakil Dekan dan pembesar Fakultas lengkap hadir. Gusti Mung didampingi Ndoro Arum Kusumo Pradopo dan sentana.
Kali ini sarasehan mengambil tema Manjing Kahanan. Makna manjing kahanan terkait dengan adabtasi. Perubahan budaya terjadi sepanjang sejarah. Maka perlu tepat dalam membaca owah gingsiring jaman.
Persiapan acara oleh panitia cukup meyakinkan. Rerenggan suguhan dan protokol disusun paripurna. Musik campursari dengan dua penyanyi begitu terlatih. Pranata adicara tampil dengan busana kejawen.
Suasana tradisional mewarnai acara. Lelagon, pakaian dan unggah ungguh tampak sekali. KRT Widyo Winoto pakai baju surjan lurik dan blangkon khas Kraton Yogyakarta. Tema seni menjadi tema pembahasan.
Sesi pertama diberikan oleh GKR Wandansari. Pengageng Sasana Wilapa memberi presentasi tentang bedaya ketawang. Tari sakral ini bagi tarian sebagai sarana bentuk hubungan spiritual. Yakni antara Panembahan Senapati pendiri Mataram dengan Kanjeng Ratu Kencanasari.
Menurut GKR Wandansari, empat penjuru sebagai Kraton Mataram. Laut selatan dijaga Ratu Kencana Hadisari. Gunung Merapi dijaga Sekar Kedhaton. Sebelah timur dijaga Sunan Lawu. Bagian utara dijaga Ratu Kala Yuwati berada di Alas Krendha Wahana. Kiblat papat lima pancer.
Wisik gaib terjadi pada tanggal 24 Mei 2006. GKR Wandansari mendapat pesan dari Sinuwun Paku Buwana X dan Batari Kala Yuwati. Tepat dua hari sebelum gempa bumi. Perjanjian habipraya memberi penjelasan tentang adanya Ratu di Tanah Jawa.
Bedaya ketawang harus dijumenengke. Pusaka bagi Karaton Surakarta tiap hari Selasa Kliwon atau saat tingalan jumenengan. Paku Buwana sebagai pengokoh Jagad merupakan penangkal segala balak utau cobaan.
Perjanjian habipraya merupakan gumelaring tata spiritual. Tercermin dalam struktur bangunan Kraton Surakarta. Panembahan Senapati dan Sultan Agung dipercaya oleh Tuhan untuk memimpin bangsa Jawa.
Sopan santun panitia mendapat pujian dari Pengageng Sasana Wilapa. Mahasiswa dan dosen UNY memegang teguh nilai budi pekerti. Semua seni untuk menata hambeging rasa. Karena budaya Jawa penuh dengan nilai tuntunan tontonan tatanan.
Bagi KRT Widyo Winoto kesenian Kraton merupakan lambang kewibawaan. Simbol kelahiran, remaja dan kematian terdapat dalam gamelan. Pendapat ini dikukuhkan oleh Prof Dr Suminto. Sarasehan itu menunjukkan arti penting kebudayaan.
Ndoro Arum Kusumo Pradopo menjadi saksi bagi pengembangan kebudayaan Jawa.
Rum kuncaraning bangsa, dumunung ing luhuring budaya. Demikian wejangan trah Mataram sebagai sarana untuk memuliakan warisan budaya luhur.