SIDIKALANG | ARUSMALAKA.COM
Persinabul dalam Adat Pakpak adalah seorang yang bertugas untuk mengorkestrasikan sebuah upacara adat Pakpak, baik dalam upacara adat kerja mende (sukacita), upacara adat kerja njahat (dukacita) dan upacara adat kerja serupa (ritual sedekah bumi) yang biasa dilaksanakan dalam tradisi adat Pakpak.
Persinabul ini berasal dari keluarga intinya (satu marga), Persinabuli adalah tugasnya sama dengan Persinabul tetapi orangnya yang sudah berasal dari marga lain, sedangkan Mersinabul artinya adalah siapapun bisa ikut dalam mersinabul. Pengertian ini disampaikan oleh Persatuan Marga Maha se-Indonesia, Kabupaten Dairi, yang diwakili oleh Balian Maha, Basir Maha, Sahdin Maha, Rimpun Maha dan juga ikut serta juga Tamsir Padang, Selasa (11/10/2022) di Gedung Djauli Manik.
Disampaikan Basir, dalam adat istiadat Pakpak struktur sosial yang amat menonjol bagi masyarakat Pakpak dikenal dengan nama Sulang Silima. Dalam Sulang Silima, ada 5 kelompok kekerabatan yang utama dalam masyarakat Pakpak. Selain itu, Sulang Silima ini juga erat kaitannya dengan pembagian daging (jukut/jambar) dari kerbau yang disembelih pada waktu pesta.
Selanjutnya, Basir menyampaikan ke-5 kelompok kekerabatan dalam Sulang Silima tersebut yaitu 1. Sulang Perisang-isang. Sulang isang-isang ini artinya dagu, dalam pengertian adat adalah keseluruhan kepala kerbau pada saat pesta dan yang menerima isang-isang itu disebut Parisang-isang. dalam hal ini adalah bagian dari yang menyelenggarakan pesta (Sinina pertama: anak sulung, kerabat semarga keturunan atau generasi tertua)
Selanjutnya 2. Sulang Pertulan Tengah yaitu Tulan Tengah adalah paha, maka yang mendapatkan paha kanan untuk kelompok anak tengah dalam satu leluhur (Sinina kedua: anak tengah, kerabat semarga keturunan atau generasi yang di tengah). 3. Sulang Parekur-ekur. Ekur-ekur adalah ekor dalam hal ini adalah teman semarga dari kelompok yang bungsu (Sinina bungsu: anak bungsu, kerabat semarga keturunan terbungsu).
Selanjutnya, 4. Puhun/Kula-Kula yaitu Paha kiri untuk keluarga pemberi gadis (Puang / Kula- kula) dan 5. Takal Peggu/ Berru adalah empedu, termasuk hati, belikat dan lainnya untuk keluarga penerima gadis.
Selanjutnya, ditambahkan Tamsir Padang pada tradisi dan adat istiadat suku Pakpak, struktur sosial dan falsafah Sulang Silima ada sebuah tatanan sosial yang akan memposisikan seseorang dalam struktur masyarakat adat Pakpak. Keberadaan falsafah Sulang Silima sekaligus menggambarkan tugas, fungsi dan tanggung jawab seseorang masyarakat Adat Pakpak.
Dikatakannya, filosofi Sulang Silima secara umum adalah sebuah falsafah yang terdiri dari seperangkat nilai-nilai, kaidah-kaidah dan norma-norma adat istiadat suku Pakpak yang sudah melekat sejak individu lahir sampai meninggal. Secara umum Sulang Silima terdiri dari 5 unsur pengikat yang tidak dapat terpisah dan saling menopang satu sama lain. Kelima unsur tersebut yaitu perisang-isang, pertulan tengah, perekur-ekur, Puhun/Kula-kula dan Berru/Takal Peggu.
“Dalam praktek kehidupan sehari-hari dapat dilihat dalam bentuk adat istiadat, agama, pemerintahan, pembentukan kuta maupun organisasi. Peraturan masyarakat, musyawarah mufakat, pengambilan keputusan, mengontrol kebijakan, menjaga tatanan lingkungan sosial, geografis maupun alam dari masyarakat adat itu berasaskan sulang silima suku Pakpak,” Ujarnya.
Ditambahkan Balian Maha, Pelaksanaan adat istiadat dalam praktek sehari-hari, Sulang Silima dilakukan dalam upacara adat untuk mendudukkan posisi seseorang dengan peran yang disandangnya dalam sebuah upacara adat sekaligus tanggung jawab yang menyertainya. Misalnya dalam upacara adat merbayo (pernikahan) maka setiap orang akan memainkan peran dalam adat yang ditunjukkan dalam posisi yang disandang dengan menempatkannya dalam aturan Perkaing dan Peroles.
Ditambahkannya, dalam acara adat merbayo (pernikahan) ada dikatakan OLES INANG NI BERRU/Persem-sem yaitu sebagai ganti kerinduan ibu terhadap anak gadisnya. Oles Inang Ni Berru ini ada 5 jenis yang akan diberikan pihak laki-laki (Peranak) kepada pihak perempuan (Perberru) dalam upacara adat merbayo. Adapun kelima oles itu adalah sebagai berikut: 1. Oles Cibal-cibal artinya oles yang diberikan oleh pihak peranak (laki-laki) orangtua perempuan pihak perberru (perempuan) sebagai penghormatan kepada nenek moyang/leluhur (mersodip mende) 2. Oles cilekkai artinya kain perpisahan karena anak gadis akan ikut suaminya. 3. Oles Penantum adalah oles yang digunakan untuk membawa oleh-oleh dari pihak peranak yang diberikan kepada pihak perberru waktu mengikat adat (pudun saut). 4. Oles Lem-lem Nakan adalah oles yang biasanya dipakai untuk membungkus nasi dan oleh-oleh di baka (anyaman) dari pihak peranak dan, 5. Oles Peraleng artinya anak gadis kita sudah dibawa oleh pihak suaminya.
“Pada upacara merbayo ini nantinya didahului dengan pemberian pihak peranak sebuah “oles tanda saut” yang disebut juga oles penantum berupa sebuah sarung madras beserta sejumlah uang sesuai kesepakatan sebagai pengikat adat sebagai mahar awal. Kemudian ketika upacara merbayo dilaksanakan, empat oles lainnya akan diserahkan bersamaan dengan penyampaian OLES INANG NI BERRU berupa oles merambu (kain yang ditenun dan memiliki rambu), artinya bukan mandar madras tetapi ulos,” Ucapnya.
Selanjutnya, Rimpun maha menjelaskan selain kelima oles itu pada upacara merbayo, ibu gadis yang menikah juga menerima sejumlah uang dan simpihir-mpihir berupa kalung emas yang akan dilingkarkan ke leher sang ibu pada acara tersebut oleh ibu dari pengantin laki-laki. Ke-5 oles, perhiasan emas dan uang di letakkan pada sebuah pinggan pasu yang diberikan beras dan daun sirih di atasnya lalu dilapisi dengan baka kembal yang dibuat dari anyaman daun pandan. Ketika menerima Oles inang ni berru dari besannya, maka si gadis akan menangis (tangis berru sijahe) karena merasa ibunya telah rela menyerahkan dirinya kepada pihak suaminya.
Si ibu akan menjunjung seperangkat haliu tersebut di kepalanya sambil menabur beras dipinggan pasu sambil melantunkan doa-doa dan harapannya kepada masa depan putri dan menantunya.
Oles inang ni berru berbeda dengan Mahar (tokor berru). Mahar itu diberikan kepada pihak gadis dalam acara adat merbayo tersebut adalah sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan, lalu mahar kemudian akan dipakai untuk membiayai upacara adat merbayo
dan membagikan mahar (tokor berru) kepada pihak-pihak dalam tatanan Sulang Silima marga ayah si gadis dan kerabat ibunya. Itu sebabnya kalau dalam adat Pakpak disebut Menjalo Tokor Berru (menerima mahar gadis).
Selanjutnya, Perkaing adalah seseorang penerima mahar seorang gadis yang hubungan kekerabatannya sangat dekat kepadanya, baik dari pihak ibu maupun pihak ayahnya.
Karena para menerima mahar itu adalah kerabat dekat dan memiliki hubungan darah dan dianggap berjasa dalam proses tumbuh kembang si gadis, maka disebut sebagai penerima “upah”.
Ada 12 orang yang berhak menerima upah dalam adat Pakpak, yaitu: 1. Bapa Peduaken (Saudara Laki-laki) ayah kandung, 2. Puhun (paman atau saudara laki-laki ibu), 3. Turang (saudara laki-laki gadis), 4. Pendedah (saudari perempuan ayah atau kakak dari si gadis), 5. Penampati (saudara sepupu ayah), 6. Togoh-togoh (saudara laki-laki ayah), 7. Pertedon (sepupu ayah satu kakek/nenek), 8. Persinabul (Dngan Sbltek), 9. Kakurangger (Saudara Perempuan Kakek), 10. Penulangken (Saudara Bapak Perempuan), 11. Tulangke Mangan Molih (Anak dari Saudara Laki-laki), 12. Mpung: yaitu Mpung Sukut dan Mpung Bayo (Mpung Sukut: Kakek/Nenek dari Pihak Laki-laki dan Mpung Bayo: Kakek/Nenek dari Pihak Perempuan.
Selanjutnya, adapun bentuk Upah yang diterima oleh kedua belas orang ini adalah berupa sebuah sarung cap madras dan sejumlah uang yang kisarannya saat ini adalah Rp. 350.000 – 600.000, disesuaikan dengan jumlah Mahar yang diterima oleh orang tua si gadis.
Selanjutnya, Sahdin Maha menjelaskan Peroles dalam adat merbayo Pakpak artinya kerabat ataupun sahabat yang diharapkan ikut serta dalam upacara merbayo. Peroles ini menerima juga bagian dari mahar yang diterima oleh pihak perberru yang jumlahnya tentu disesuaikan dengan besar kecilnya mahar yang diterima. Bentuk oles yang diterima tersebut juga berbentuk sarung madras dan uang yang nilainya jauh lebih kecil nilainya. Misalnya Rp. 100.000 – 150.000.- sesuai dengan uang yang masih tersedia. Sebagai balasan dari pihak penerima “tokor berru” tersebut maka para perkaing dan peroles akan membawa HALIU SANJALAKEN sebagai bentuk tanggung jawabnya.
Adapun haliu itu adalah berbentuk; Belagen (tikar pandan), Kembal (sumpit dari anyaman pandan) Selampis (sumpit kecil tempat menaruh nditak & dohomen & beras) dan, Ayam Jago.
Ditambahkannya, dalam upacara adat merbayo juga akan dibagikan sejumlah bagian-bagian daging tertentu yang disebut sebagai SENDIHI. Sendihi ini merupakan aturan baku dalam membagi bagian-bagian tersebut sesuai posisi seseorang dalam sulang silima.
Dalam upacara adat merbayo biasanya ternak yang akan dipotong disesuaikan dengan besar kecilnya upacara adat Merbayo. Biasanya yang disembelih adalah kerbau, sapi ataupun babi (hanya untuk yang beragama Kristen). Adapun pihak yang menyelenggarakan penyembelihan, pemotongan, dan mengatur serta memasak adalah pihak berru (menantu laki-laki) yang ada di keluarga besar marga tersebut. Para menantu laki-laki ini ditandai dengan memakai sarung di pundaknya dan di pinggangnya juga diselipkan golok.
“Pihak-pihak yang berhak menjadi penerima sulang dalam sebuah upacara adat merbayo adalah: 1. Kesukuten,Bapa Peduaken dan Turang: Isang/Takal/ Kepala, 2. Puhun/Kula-kula: Tulan Tengah/Paha, 3. Pendedah, Kakurangger, Penulangken dan Tulangke Mangan Molih: Takal Peggu/ hati, jantung dan betekken, 4. Persinabul, Tedoon dan Togoh-togoh: Tulan Tengah (bagian lainnya), 5. Penampati: ekur/ bagian ekor, 6. Mpung (Mpung Sukut & Mpung Bayo): Jukut/ Daging. Selain itu, pihak lain yang berhak menerima sulang dalam upacara merbayo adalah: 1. Persinabuli (Perkata Adat yang bila diundang dari pihak marga lain). Persinabuli dari Pihak Perempuan mendapat Oles dan Riar/uang. Persinabuli dari Pihak Laki-laki mendapat Belagen, Kembal, Baka Selampus dan Ayam Jago, 2. Situa-tua Nikuta, Tokoh Masyarakat, Pemerintah Setempat, Tokoh Agama: Punca Niadep (bagian dada), 3. Sukut Nitalun, Sipungkah Kuta: Betekken (bagian betis), Perkebbas: Pernamur/Penangkih-nangkihen (bagian betis). Biasanya juga diberi penghargaan kepada jiran/tetangga sebalah kiri, kanan, depan dan belakang. Sebagai pemberitahuan penutup acara, dilaksanakanlah acara “Pago Dung”, yang disampaikan oleh Tokoh Adat/Tokoh Masyarakat yang ditandai dengan memberikan riar/uang semampunya kepada sejumlah undangan acara tersebut.
(AM-01)