JAKARTA | ARUSMALAKA.COM

Data baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat literasi anak-anak di Papua masih sangat rendah. Survei yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) mengungkapkan bahwa hanya 36,1% anak kelas 3 SD di Papua yang memiliki keterampilan membaca dengan pemahaman.

Rendahnya tingkat literasi anak-anak ini menjadi perhatian serius bagi WVI, sebuah organisasi yang fokus pada anak-anak. Dalam menjawab tantangan ini, WVI telah meluncurkan kampanye Baca Tanpa Batas yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan literasi anak-anak di Papua.

Kampanye ini melibatkan berbagai langkah untuk menciptakan ekosistem literasi yang baik di Papua. Salah satunya adalah melalui pendirian Kampung Literasi yang meliputi pembangunan 3 rumah baca dan 5 motor pustaka. Selain itu, kampanye ini juga menyediakan materi kontekstual dan alat peraga, serta melibatkan penguatan masyarakat dan pemerintah, termasuk pelatihan tutor.

Yuventa, Kepala Public Engagement & Communications WVI, menjelaskan bahwa literasi sangat penting bagi perkembangan anak-anak. Kemampuan membaca pada tahun-tahun awal sekolah dasar memiliki dampak besar terhadap daya ingat dan kelanjutan pendidikan anak di masa depan. Namun, terdapat kesenjangan yang signifikan antara tingkat literasi anak-anak di Papua dengan anak-anak di daerah lain.

Marthen S. Sambo, Kepala Tim Pendidikan WVI, menambahkan bahwa kondisi literasi di Papua memang mengkhawatirkan. Dalam survei WVI, ditemukan bahwa di Kabupaten Asmat, tingkat keterampilan literasi anak-anak sangat rendah, hanya 26,5%. Hanya sedikit guru yang melaksanakan kegiatan literasi dasar di sekolah, seperti membacakan buku cerita, bertanya kepada anak-anak tentang apa yang mereka baca, dan mengajarkan kosa kata baru. Hal ini berdampak pada kemampuan membaca anak-anak kelas 3 SD di Asmat yang hanya mencapai 5 kata per menit, jauh di bawah standar nasional sebesar 80 kata per menit.

Rendahnya tingkat literasi di Papua tidak hanya disebabkan oleh faktor pendidikan. Budaya tutur yang dominan di Papua juga berkontribusi terhadap rendahnya minat dan keterampilan literasi anak-anak. Selain itu, masih ada guru-guru yang kurang menguasai literasi, sehingga anak-anak kesulitan mendapatkan pendampingan dalam membaca.

Guna mengatasi masalah ini, WVI telah meluncurkan Kampung Literasi. Ini adalah sebuah inisiatif kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari anak-anak, orang tua/pengasuh, perangkat kampung, institusi keagamaan, masyarakat, hingga pemerintah. Kampung Literasi bertujuan untuk meningkatkan akses anak-anak pada kegiatan literasi berkualitas di kampung-kampung di daerah 3T. Diharapkan, dengan adanya Kampung Literasi, persentase anak-anak usia sekolah dasar di Papua yang mampu membaca dan memahami bacaan mereka dapat meningkat.

Para tokoh publik seperti Monita Tahalea, Hope Ambassador WVI, dan Gaby Cristy, Duta Kampanye Baca Tanpa Batas, telah memberikan dukungan mereka terhadap kampanye ini. Monita, yang baru-baru ini mengunjungi Biak, melihat langsung kesulitan anak-anak di sana dalam mengeja nama mereka sendiri. Ia menekankan pentingnya pengenalan akan identitas diri, yang akan membantu anak-anak memiliki jiwa kepemimpinan dan rasa percaya diri. Gaby Cristy juga berpendapat bahwa keterampilan literasi dapat membantu anak-anak memahami identitas mereka, memiliki wawasan yang luas, dan memiliki mimpi untuk hidup yang lebih baik.

WVI mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berperan aktif dalam meningkatkan literasi anak-anak di Papua melalui kampanye Baca Tanpa Batas. Masyarakat dapat memberikan dukungan melalui donasi untuk pembangunan Kampung Literasi atau berpartisipasi dalam pembuatan video kreatif yang dapat menjadi bahan ajar bagi anak-anak di Papua. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi wahanavisi.org/bacatanpabatas.

(AM-01)