JAKARTA | ARUSMALAKA.COM
Kebijakan pemerintah yang menetapkan Pilkada serentak pada November 2024, nyatanya membuka peluang bagi sejumlah pejabat yang memiliki ambisi menjadi pemimpin sementara lewat posisi penjabat (Pj) berlomba.
Apalagi, berdasarkan data, ada ratusan posisi kepala daerah mulai level gubernur sampai bupati dan walikota yang tersedia.
Forum Masyarakat Pemantau Negara (Formapera) mencatat, untuk yang berakhir 2022, terdiri 7 gubernur, 76 bupati dan 18 walikota, jumlah 101 ditambah masing-masing wakil.
Sedangkan yang berakhir 2023, terdiri 17 gubernur, 115 bupati dan 39 walikota, jumlah 171 juga ditambah dengan wakil masing-masing. Dengan demikian, jumlah secara keseluruhan daerah yang akan diisi oleh Pj, dari 2022 dan 2023 sampai 2024 sebanyak 272 kepala daerah.
“Tak heran, untuk merebut posisi itu, para pejabat khususnya di lingkungan ASN yang memiliki ambisi itu mulai melancarkan lobi-lobi ke pejabat berwenang khususnya di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ungkap Ketua Umum DPN Formapera Yudhistira, M.I.Kom dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Kerena belakangan, lanjut pria yang akrab disapa Yudis ini, ambisius para pejabat itu justru menjadi peluang dan sengaja dimanfaatkan oknum-oknum tertentu di Kemendagri untuk menjadikannya pemasukan terselebung.
“Ini jelas ladang cuan. Transaksional akibat ambisi untuk menduduki posisi Pj kepala daerah ini pun sangat rentan terjadi dan hasil investigasi kami terjadi secara masif,” tegasnya.
Bukan sekadar tuduhan dan isapan jempol belaka, pria berlatar belakang jurnalis ini juga mengaku bahwa pihaknya sudah memegang bukti transaksi lewat transferan uang ke oknum di Kemendagri.
“Angka transaksinya mencapai miliaran rupiah dan itu tergantung APBD tiap daerah yang mau dipegang si calon Pj. Tidak itu saja, kami juga beberapa kali memergoki pertemuan oknum Kemendagri di sejumlah lokasi di Jakarta dengan para calon Pj kepala daerah atau kaki tangannya yang melakukan lobi-lobi untuk meloloskan ambisinya,” bebernya.
Lebih jauh Yudis juga mensinyalir, sangat mustahil jika para pejabat penting di Kemendagri tidak mengetahui hal ini.
“Bahkan sangat memungkinkan sejumlah oknum pejabat di Kemendagri terlibat memerintahkannya. Dan kami minta Menteri Dalam Negeri Bapak Tito Karnavian tidak tutup mata terkait hal-hal yang jelas-jelas menciderai demokrasi di masa akhir kepemimpinan Presiden Jokowi,” pungkasnya.
(Sgt)