Oleh : Soekirman
Ketua KSBN Sumatera Utara
Kalender 2022 akan berakhir. Apa catatan yang penting? Banyak informasi sampai ke masyarakat awam. Saking banyaknya bingung memilah mana yang valid dan bohong. Sekarang, dunia tanpa batas (borderless). Dunia tidak hanya di dominasi media mainstream, CNN, AFP, Reuter, Xinhua, Antara, dsb. Platform digital telah menjangkau semua sudut. Orang dengan mudah memantau perang Ukraina dengan Rusia, hingga mengunjungi ruang tamu Ferdy Sambo secara virtual. Variasi berita, baik Hoaks maupun akurat, menambah carut marut narasi baik sosial, politik, ekonomi, budaya dan hukum. Generasi Z (kelahiran tahun 1994 keatas), adalah kelompok terbesar penerima informasi itu. Generasi Z, adalah strata sosial di era disrupsi, dimana peranan organik manusia digantikan mesin sebagai konsekwensi IOT (internet of thing). Catatan pengguna jasa, generasi Z, umumnya sudah baik secara akademis, akan tetapi buruk dalam “social handling” (penanganan sosial).
Terkait tentang kebudayaan, catatan KSBN (Komite Seni Budaya Nusantara) Sumatera Utara, Pertama ; KTT (konferensi tingkat tinggi) atau G20 Summit, dimana Sumut kebagian “horja” pada 19 Juli 2022 di Parapat. Side event G20 berupa Women 20 dengan Motto Recover Together, Recover Stronger menghasilkan 8 agenda ; Satu, mengadopsi the National Strategies on Gender Equity an Equality (NSGEE) sejalan dengan perjanjian HAM. Kedua, membangun G20 Gender Data Network untuk data berbasis gender. Ketiga, promosi peraturan anti kekerasan gender dan ratifikasi konvensi Labor Organization (ILO) 1990. Ke-empat, mendorong Women Entrepreneurs Finance Initiatives. Kelima mengalokasikan pajak global, untuk membantu UMKM perempuan. Ke-enam, investasi infrastruktur inklusif di pedesaan. Ketujuh, mempertahankan penyandang disabilitas di sektor public, dan Kedelapan, membangun kemampuan perempuan di daerah pedesaan dan penyandang disabilitas.
Sayang, apa yang jadi keluaran W20 itu tidak tertangkap aktifis Sumatera Utara. Boro-boro menjadi acuan dalam Gerakan, berita event besar itu seperti cepat menguap ditelan waktu.
Kedua ; Geopark Unesco masuk Fase Kritis. Danau Toba telah
ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Geologis. Ada 6 rekomendasi yang harus
dikerjakan pertama, mengembangkan
hubungan antara warisan geologis dan warisan territorial, untuk wisata termasuk
melatih pemandu lokal, operator dan masyarakat local. Kedua mengembangkan
strategi kemitraan, mencakup metodologi dan kriteria untuk menjadi mitra. Ketiga, memperkuat
keterlibatan dalam aktivitas Global Geoparks Network di Asia Pasifik. Keempat,
mengembangkan strategi pendidikan dengan bekerja dalam kemitraan. Kelima,
meningkatkan strategi dan kegiatan pendidikan untuk memfasilitasi mitigasi
bahaya alam dan perubahan iklim di sekolah-sekolah.
Terakhir, memperkuat keterlibatan UGG dalam studi penelitian, konservasi dan
promosi penduduk asli setempat dan budaya serta bahasa.
Hingga tahun ketiga sejak ditanda tangani 7 Juli 2020, enam rekomendasi UNESCO atas Geopark
Toba tidak alami kemajuan significant. Wajar jika keberadaan Danau Toba dengan
16 geosite, tidak progress (kritis). Amat disayangkan jika status Geopark
(Taman Bumi) dicabut, Indonesia khususnya Sumatera Utara akan rugi dalam
reputasi International dan pengembangan Kepariwisataan.
Catatan Ketiga, perhelatan Kongres Budaya Batak yang pertama dilaksanakan di Kabupaten Toba tepatnya di TB Silalahi Center mulai tanggal 20 Oktober 2022, bertema Penguatan Identitas Budaya di Tengah Interaksi Global. Kongres ini membahas Tata Bahasa Batak Toba. Kegiatan yang digagas Fakultas Ilmu Budaya, USU ini, patut di appresiasi. Sangat disadari sedang terjadi Erosi budaya khususnya Bahasa Batak. Diharapkan, keluaran Kongres dapat di sosialisasikan agar tidak berhenti pada pemerakarsa (exclusive), tetapi juga menjadi tanggung jawab para pihak pencinta obyek budaya Bahasa daerah. Ke-empat, pada 10-12 Nopember 2022 di Medan digelar event Assembly ke 10, TPO (Tourism Promotion Organization) dengan Tema Rebuilding Tourism and Digital Promotion. Organisasi Promosi yang berpusat di Korea Selatan ini hadir di Medan bersama beberapa negara, termasuk Lembaga-lembaga international level Asia Pasific. Meskipun gebyar event ini tidak terlalu wah, tetapi disambut semangat oleh stakeholder Kepariwisataan dan Budaya. Diperlukan kolaborasi lebih luas, khususnya kelembagaan yang terkait pariwisata dan budaya. Pola Penta Helix (Pemerintah, Swasta, Poltekpar, Destinasi dan Media) sangat mendesak. Kolaborasi Lembaga seperti ASITA, PHRI, HPI, dan pemilik Produk Wisata, akan sangat menentukan agar dampak ekonomi ke masyarakat Sumatera Utara dapat terwujud. Catatan , dunia pentas seni dan Sastra. Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) menggelar forum ilmiah pakar sastra dari Universiti Leiden Belanda, Dr. S. Suryadi. MA bertajuk “Bedah buku Jejak Jagat Sumatera Utara 1919-2019 karya Dr. Syafwan Hadi Umry, M.Hum” di gelar dengan apik. Event ini menjadi penanda bahwa generasi senioren, masih produktip dan perlu mendapat tempat untuk dapat transfer pengalaman kepada generasi muda. Dalam hal seni pertunjukan, Geliat seni pertunjukan teater di Sumut tetap ada. Bahkan dalam dua tahun terakhir, meski dilanda Covid, karya dan penciptaan terus tumbuh. Teater “Rumah Mata” menjadi harapan sekaligus penanda bahwa seni Teater masih eksis,” demikian pengamat budaya Hujan Tarigan. Secara mandiri, “Teater Rumah Mata” telah melewati pesimisme banyak orang bahwa teater yang dianggap tidak memiliki masa depan untuk iklim kesenian, ternyata survive dan berkiprah. Pendiri “Teater Rumah Mata” Agus Susilo, menyatakan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan dukungan dan semangat hingga membuat Teater Rumah Mata, mampu menjejak usia 17 tahun. Rumah Mata banjir pujian usai tampil mewakili Sumatera Utara dalam Festival Teater Sumatera di Palembang di awal Oktober 2022 lalu. Itulah lima catatan Kebudayaan yang ada. Tentu masih ada pihak lain yang mencatat dengan perspektif masing-masing. Tanpa pretensi catatan ini sempurna, barangkali lebih tepat hanya sekedar memungut yang tercecer dan mengingatkan yang terlupa. Sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer berujar bahwa Budaya adalah Bumi tempat manusia berpijak. Jika bumi tegar dan kuat, maka apapun yang tumbuh diatasnya ; ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan gerakan masyarakat akan menjadi kuat, SEHAT, bergairah, berkeadilan dan berkelanjutan. Keseharian masyarakat pada paruh waktu tahun 2022 telah di suguhi banyaknya bencana alam. Berturut-turut Gempa bumi, tanah longsor, puting beliung dan banjir. Semoga masyarakat berdaya tahan (resilience) menghadapinya. Peristiwa dramatis Brigadir Yosua Nofriansah Hutabarat dan Ferdy Sambo, berspektrum meluas. Meski hanya sedikit yang menyadari bahwa “adat batak”lah, yang telah sangat berperan sehingga kasus ini naik ke permukaan. Istilah “mate ponggol”, dan “Ulos parsirangan” merupakan scenario Tuhan semesta alam. Seandainya tidak harus beradat, dan peti mati tidak dibuka untuk prosesi Ulos perpisahan, mungkin semua fakta tidak terbongkar. Umpasa batak “pantun hangoluan, tois hamagoan” merupakan sebuah keniscayaan. Semoga dimaknai ummat manusia, khususnya yang memegang teguh adat batak. Orang jawa juga memiliki ungkapan Jangka Jayabaya “Sopo sing nandur becik, bakal ngunduh becik, sopo sing nandur olo bakal ngunduh olo. Becik bakal ketitik, olo bakal ketoro”. Inilah dogma orang Jawa atau dikenal sebagai “pepesten” bagi sebahagian besar orang jawa yang masih mengerti tentang ilmu “titen” dalam adat istiadat Jawa. Sekali lagi, mari kita rawat budaya Sumatera Utara. Negeri berbilang kaum, wilayah multi kultur yang telah mengalami jaman berjaman. Kita pupuk rasa Toleransi dan gotong royong. Saling menghargai dengan membangun pemajuan budaya. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 kita jadikan bumi pijakan. Kita dorong pemerintah keluarkan Peraturan agar Pemajuan kebudayaan menjadi perhatian semua pihak. Selamat tinggal tahun dua ribu dua puluh dua, selamat datang tahun baru, dua ribu dua puluh tiga. Salam budaya.
Medan 22 Desember 2022