Oleh: Oppungleladjingga
Sehubungan dengan peristiwa kejadian manusia bahasa menjadi bagian interaksinya terhadap alam dan lingkungan yang menjadi tempat kejadian itu. Hubungan keduanya (baca: manusia dan bahasa) sangat kental dan terasa keterkaitannya dengan keberadaannya kelak sebagai manusia. Bahasa itu sendiri merupakan anugrah dari sang Pencipta. Bahasa dihadirkan pada diri manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Bahkan bahasa juga merupakan sifat khusus dari evolusi manusia yang memegang peranan penting dalam mendukung hidup dan kehidupannya. Juga melalui bahasalah suatu kemampuan manusiawi yang membedakan manusia dengan ciptaan_Nya yang lain seperti tumbuh-tumbuhan , dan binatang. Lebih tegas lagi kita melihat pernyataan Chaedar Alwasilah dalam bukunya beberapa Mazhab dan Dikotomi Teori Linguistik (1983:1) yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain. Sering kali kita dengar bahwa manusia adalah speaking animal. Kalau begitu, untuk betul-betul mengerti kemanusian ini: kita mesti mempelajari bahasa yang membuat manusia jadi “manusia”. Konon tersurat dari beberapa kepercayaan bahwa bahasa adalah sumber kehidupan dan kekuatan manusia.
Untuk mencari kejelasan tentang bahasa ada baiknya kita jelajahi batasan bahasa dan baiknya kita jelajahi batasan bahasa menurut para ahli. Wojowasito dalam bukunya Perkembangan Ilmu Bahasa Abad 20 halaman 7 menyatakan bahasa adalah sistem tanda. Yang dimaksud dengan tanda ialah lambang/tiap lambang yang digunakan sebagai alat komunikasi antara dua orang atau lebih. Chaedar Alwasilah mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol-simbol yang secara potensial mengacu pada dirinya dan terstruktur. Kemudian yang mendaftar benda-benda, kejadian dan hubungan di dalam dunia. ST. Alisyahbana dalam bukunya Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia halaman 15 mengemukakan bahasa adalah ucapan dan pikiran manusia dengan teratur dan memakai alat bunyi. Frans Dahler S.J dalam bukunya Asal dan Tujuan Manusia hal 88 mengatakan bahasa tersusun dari kata-kata yang masing-masing merupakan simbol dari suatu benda, atau gagasan, atau kenyataan yang terekam oleh kesadaran manusia. Terakhir kita lihat argumentasi yang dikemukakan Gorys Keraf dalam bukunya Komposisi hal 12 yang mengatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol yang arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata.
Dari kelima pendapat ini dapat diambil garis kesamaan bahwa bahasa itu adalah milik manusia. Bahasa itu pada hakikatnya memang pelajaran dan harus dipelajari. Dengan kata lain bahasa itu tidak mungkin me ‘manusia’ kalau tidak dipelajari oleh manusia itu sendiri. Dan kalau kita meninjau lebih jeli, maka dapat disebutkan bahwa bahasa itu diantarkan lewat seperangkat sistem semacam konsen arbitrer dan sederetan simbol-simbol. Adanya kelima pendapat tersebut bukan mengetengahkan polemik atau merupakan persoalan untuk mempertanyakan pandangan mana atau pendekatan mana yang benar untuk dipercayai. Tapi mana yang lebih bermanfaat, pandangan mana yang akurat dan relevan dengan bidang yang sedang kita kupas atau kita angkat ke permukaan.
Fungsi Bahasa
Sebelum kita membicarakan fungsinya, ada baiknya kita lihat terlebih dahulu bentuk bahasa tersebut, yakni:
1.Bahasa lisan dan 2. Bahasa tulisan. Kedua bentuk tersebut sering sejalan dalam upaya mendukung keberadaan fungsi bahasa tersebut. FX. Surana beranggapan bahwa bahasa itu mempunyai fungsi sebagai alat yang sebaik-baiknya untuk berkomunikasi atau mengadakan hubungan antar anggota (1982:9). Namun begitupun kita harus melihat bahwa apa yang dikatakan oleh Nababan dalam “sosiolinguistik” tentang fungsi bahasa dikaitkan dengan masyarakat dan pendidikan. Ia mengatakan, jika kita mengkaji fungsi bahasa sebagai komunikasi dalam kaitanya dengan masyarakat dan pendidikan secara lebih terperinci, maka kita dapat membedakan empat golongan fungsi bahasa antara lain, 1. Fungsi kebudayaan, 2. Fungsi kemasyarakatan, 3. Fungsi perorangan 4. Fungsi pendidikan.
Untuk membicarakan kasus yang dikemukakan Nababan, tulisan ini tentu akan lebih luas. Namun yang jelas bagi kita para ahli tetap berangkat dari asumsi bahwa fungsi bahasa itu sebagai alat komunikasi. Namun begitupun, kita harus melihat interpretasi para ahli, mungkin para ahli menekuni dunia pendidikan. Sehingga dengan argumentasi dan adaptasi serta dalil, dia berusaha menghubung-hubungkan keterkaitan ilmu yang diteliti dengan bidang yang ditekuninya.
Bahasa Lisan dan Peranannya
Timbul pertanyaan bagi kita, apakah bahasa lisan itu. Frans Dahler menganggap kata “lisan” yang pertama barangkali bertalian erat dengan suara-suara yang keluar dari mulut manusia sebagai respon bila mereka melihat cahaya. Melalui peniruan yang tidak disengaja, kemudian dikembangkan dengan bentuk-bentuk suara tertentu sebagai simbol untuk benda-benda tertentu. Untuk mencari gambaran sekaligus menjawab pertanyaan di atas, kita lihat pendapat berikut ini. FX. Surana mengatakan bahasa lisan adalah bahasa yang dipakai dalam berbicara. Bentuk bahasa lisan mementingkan bunyi bahasa. Wojowasito mengatakan bahasa lisan adalah keseluruhan yang digunakan oleh manusia untuk berhubungan. Merupakan sistem tanda yang dihasilkan dengan suara dan digunakan untuk alat komunikasi. Soekono Wirjosoedarmo mengatakan bahwa bahasa lisan adalah bahasa yang disampaikan dengan jalan berbicara. Sedangkan yang menerimanya melakukan jalan dengan mendengar. Kiranya bahasa lisan itu adalah alat komunikasi yang diantarkan lewat bunyi yang menggunakan simbol/simbol tanda dan membutuhkan sender (pembicara) dan receiver (pendengar).
Perkembangan Bahasa Lisan
Perkembangan bahasa lisan tentu harus dipahami lewat pertumbuhannya. Menurut lintasan sejarah manusia, bahasa yang pertama sekali digunakan adalah bahasa lisan. Sebab sebelum zaman batu tua, manusia belum mengenal tulisan. Dengan kata laian, manusia belum dapat melukiskan wujud bunyi benda tersebut pada benda-benda: batu, kulit kayu, dan daun papyrus. Zaman ini dikatakan orang ortografi sebagai zaman pratulisan, jadi dapat dikatakan segala konsep bahasa hanya diantarkan melalui lisan.
Pendapat diatas terasa relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Frans Dahler yakni, bahasa itu mula-mula adalah bahasa lisan, kemudian diperkaya dengan bahasa tulisan.dari pendapat di atas, dapat kita garis bawahi bahwa bahasa lisan adalah bahasa yang merupakan cetusan pertama kesadaran reflektif manusia. Perkembangan bahasa lisan sebelum zaman batu, mungkin hanya dapat dikaitkan dengan proses interaksi dan tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sebagai alat komunikasi dan kemungkinan besar sebelum terfikir oleh manusia untuk mengupas/meneliti dan menyelidiki bahasa itu secara objektif dan ilmiah. Namun setelah adanya alat tulis, hingga sekarang perkembangan bahasa lisa berkembang dengan pesat.
Kemungkinan kita jarang bertanya sejauh mana mulanya manusia dapat menemukan sebuah ide tentang bentuk atau wujud bunyi yang dinyatakan dalam bentuk gambar/huruf. Yang jelas kita hanya tau bahwa abjad yang ada sekarang itu lahir tanpa kita ketahui sappa yang punya gagasan tentang bentuk huruf itu. Begitu juga tentang bahasa lisan. Karna dianggap tidak atau kurang memenuhi persyaratan ilmiah, maka dia tertinggal dari kajian dan dibiarkan. Padahal manusia terus menggunakannya.
Perlu menjadi catatan, yang penting bagi kita adalah perkembangan bahasa lisan itu jelas telah mengalami perubahan, bahkan sudah dipakai sebagai media komunikasi jarak jauh lewat telekomunikasi. Semula kita mengenal pager, sms. Kemudian teknologi komunikasi berkembang, alat telekomunikasi berupa hp android yang dilengkapi berbagai aplikasi ternyata memberi “ruang” unuk bahasa lisan berkembang menjadi bahasa tertulis yang tetap mengguna pola karakter lisan. seperti chatting dan video call yang cenderung menggunakan kaidah bahasa lisan. Dengan demikian ruang-ruang berbahasa lisan semakin banyak. Memungkinkan ragam bahasa intim dan bahasa santai termasuk bahasa prokem mengalami kesempatan berkembang dengan segala kreativitasnya. Semoga begitu. Salam.
*) Pendidik dan Penyuka Tradisi Oral