MEDAN | ARUSMALAKA.COM

Ketua Milenial Tiga Shandy Saragi mengatakan, kaum milenial dan Z menjadi kelompok pemilih terbesar pada Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ini menunjukkan kepentingan besar dari kelompok ini dalam arah masa depan negara.

“Anak muda umumnya menginginkan pemimpin yang merakkat, visioner, terbuka, dan responsif terhadap isu-isu sosial, teknologi, dan lingkungan,” ujar pria yang akrab disapa Oslenk usai acara Millenial Tiga menggelar Democration Talk dengan tema Pemimpin Ideal di Mata Kaum Milenial (Pemimpin Gimmick atau Merakyat) di Hitam Putih Coffee Jalan Pasar Baru No 54, Medan Selayang, Jumat (8/12/2023).

Lebih lanjut, Oslenk bilang, pemimpin yang diinginkan kaum milenial adalah mereka yang mampu berkomunikasi secara efektif, memahami kebutuhan rakyat, dan memiliki kesadaran akan kesetaraan serta keadilan.

“Pemimpin merakyat yang mendengarkan aspirasi serta bersedia terlibat langsung dengan masyarakat dianggap lebih diinginkan,” bebernya.

Pemimpin yang merakyat, kata Oslenk, biasanya dianggap lebih mampu memahami dan mewakili kebutuhan serta aspirasi masyarakat secara umum. Meskipun begitu, ada beragam gaya kepemimpinan yang bisa efektif, namun memiliki keterhubungan dengan rakyat dapat menjadi nilai tambah yang besar.

“Kemampuan untuk terhubung dengan rakyat, mendengarkan masukan mereka, dan bertindak sesuai dengan kebutuhan adalah hal penting dalam kepemimpinan yang efektif,” tuturnya.

Disatu sisi, Oslenk menilai golput mungkin terlihat sebagai bentuk protes, tapi dalam konteks pemilu yang penting, menyuarakan hak pilih seringkali lebih efektif daripada golput. Partisipasi dalam pemilu memungkinkan pemilih untuk memengaruhi arah politik dan pemilihan pemimpin yang diharapkan. “Jadi, lebih baik mencari pemimpin yang sesuai dengan harapan daripada tidak berpartisipasi sama sekali,” tandasnya.

Sementara itu, Fredick Broven Ekayanta menyampaikan, saat ini dengan tingginya jumlah pemilih dari kaum milenial yang akrab disebut Gen Z, membuat media sosial adalah sesuatu yang seksi sebagai sarana kampanye jelang Pemilu dan Pilpres 2024.

“Fenomena ini sendiri ditangkap para calon presiden yang akan bertarung pada perhelatan Pilpres 2024 mendatang. Namun, jangan maraknya berkampanye di medsos hanya menghasilkan gimmick-gimmick yang terbilang tak penting dalam menampilkan visi dan misi,” jelasnya.

Dijelaskan Fredick, saat ini medsos yang digemari kaum millenial adalah platform yang menyajikan durasi pendek, seperti Tik Tok dan Instagram.

“Berdasarkan hasil survey sendiri, saat ini memang banyak konstituen yang menjadikan medsos dengan durasi pendek sebagai landasannya. Dengan demikian, para calon sepertinya terus mengaktifkan pola seperti ini. Padahal, masyarakat butuh pemimpin yang merakyat,” katanya.

Ditambahkannya, saat ini masyarakat butuh pemimpin yang merakyat untuk bisa menyampaikan visi yang penting dalam berpolitik, bukan hanya gimmick yang bisa dinikmati untuk bersenang-senang,” pungkasnya.

Elna Sipayung menjelaskan, gimmick di medsos memang saat ini menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan elektabilitas.

“Namun, untuk konteks pilpres, ini jelas tak relevan. Untuk mencari pemimpin yang akan mengurusi 281 juta penduduk tak bisa hanya melihat melalui medsos visi dan misinya, apalagi banyak gimmick,” katanya.

Elna juga mengatakan, saat ini hanya tiga syarat yang wajib dimiliki sosok yang akan jadi pemimpin di Indonesia.

“Wawasan, gagasan dan pengalaman. Itu merupakan aspek yang wajib dimiliki untuk menjadi seorang pemimpin,” ujarnya.

Untuk itu, Elna kembali menegaskan gimmick di medsos memang diperlukan seorang pemimpin untuk mem-branding dirinya, sebagai seorang pemimpin yang merakyat dan mengedepankan kepentingan rakyat.

“Jadi diskusi seperti ini sangat dibutuhkan untuk meng-upgrade pola pikir kaum millenial dalam memilih pemimpin yang berkualitas untuk menuju Indonesia Emas,” tutupnya.

Selanjutnya, acara diteruskan dengan diskusi antara peserta dan narasumber membahas sistem demokrasi dan memilih pemimpin untuk Indonesia.

(AM-01)