Oleh: Agus Marwan
Di sepanjang tahun 2021, publik Sumatera Utara (Sumut) banyak disuguhkan berbagai isu yang menjadi sorotan publik. Salah satu isu yang tampak menonjol adalah perseteruan Gubernur Edy Rahmayadi dengan Walikota Medan Bobby Nasution. Perseteruan kedua pemimpin ini tentu menjadi perhatian publik, mengingat keduanya adalah kepala daerah yang memiliki pengaruh dan massa simpatisan.
Tercatat di sepanjang tahun 2021 telah terjadi 8 kali konflik antara Edy Rahmayadi dengan Bobby Nasution. Konflik ini telah menjadi konsumsi publik dan mewarnai pemberitaan media di Sumut. Diolah dari berbagai sumber, berikut sederet perseteruan tersebut:
April 2021
Perseteruan Edy vs Bobby terjadi terkait kerumunan di Kesawan City Walk (KWC). Edy Rahmayadi menegur Bobby Nasution terkait kerumunan massa yang terjadi pada saat Bobby meresmikan pembukaan obyek wisata kuliner KWC. Atas teguran Edy ini, Bobby berupaya dan memastikan KWC tidak melanggar prokes. Sekalipun Pemko Medan telah bekerja keras menghimbau prokes, namun dalam praktiknya kerumunan sulit dihindarkan terutama pada akhir pekan. Menurut Edy dibukanya KWC ini telah menimbulkan kerumunan, dan diduga sudah melanggar PPKM Mikro. Apabila tetap melanggar PPKM, Edy mengancam akan menindak tegas. Tak berselang lama, kemudian Bobby menutup KWC sementara.
Mei 2021
Perseteruan terjadi terkait dengan lokasi karantina WNI yang baru tiba dari luar negeri. Bobby Nasution menyampaikan protes ke Edy Rahmayadi karena merasa tidak dilibatkan dalam proses pengawasan WNI dari luar negeri di Kota Medan, padahal di Medan ada beberapa hotel yang digunakan sebagai tempat karantina tersebut. Semestinya Walikota Medan diberi tahu dimana titik-titik hotel yang menjadi tempat karantina tersebut, dan juga turut dilibatkan dalam pengawasannya. Menanggapi protes Bobby tersebut, Edy Rahmayadi geram tampak marah, dan menyebut tidak peduli siapa itu Bobby Nasution. Kemudian Edy meminta anak buahnya memberitahu ke Bobby terkait tempat karantina tersebut. Dan Edy mengancam akan marah bila Bobby tetap mengaku tidak tahu.
Juni 2021
Pada bulan Juni 2021, terjadi perseteruan sebanyak dua kali antara Edy Rahmayadi dengan Bobby. Pertama perseteruan terkait Utang Dana Bagi hasil (DBH) Pemprov Sumut ke Pemko Medan, dan yang kedua terkait perbedaan pandangan soal rencana sekolah tatap muka mulai tahun ajaran baru. Terkait isu pertama, Bobby mengeluhkan utang sebesar Rp 433 miliar dari DBH baru dibayarkan Pemprov Sumut pada Mei 2021, yang semestinya harus dibayarkan pada tahun 2020. Akibatnya sejumlah pekerjaan atau program Pemko Medan tidak bisa dilakukan pada 2021. Menanggapi protes Bobby ini, Edy awalnya mengaku tidak tahu menahu soal utang yang dimaksud Bobby. Namun ia berjanji akan mempelajari dan mengecek ulang. Kemudian Edy merespon lagi bahwa utang DBH pajak dibayar pertriwulan, dan tidak bisa langsung dibayarkan karena harus melalui beberapa proses sehingga terjadi keterlambatan. Sedangkan isu kedua, Gubernur Edy masih ngotot belum mengizinkan pembelajaran tatap muka (PTM) dilakukan pada tahun ajaran baru ini, sementara Bobby optimis sekolah tatap muka harus disegerakan.
Agustus 2021
Perseteruan antara Edy Rahmayadi dengan Bobby Nasution kembali terjadi terkait kegiatan lomba 17 Agustus-an di masa pandemi. Edy meminta warga tidak menggelar perlombaan saat memperingati HUT RI ke-76 karena akan mengundang kerumunan. Berbeda dengan Edy, Bobby Nasution tidak menyampaikan larangan atau imbauan agar warga tidak menggelar lomba pada 17 Agustus. Bobby hanya mengingatkan warga agar mematuhi prokes.
September 2021
Perseteruan kembali terjadi terkait Pendataan Penanganan Covid-19 di Medan. Bobby Nasution menyebutkan pendataan penanganan Covid-19 di Medan masih kacau karena buruknya koordinasi Pemprov Sumut. Pemko Medan selalu kesulitan bila meminta update data Covid-19 dari Pemprov Sumut. Pemko Medan pun harus melakukan pendataan ulang dengan cara manual. Menanggapi protes Bobby ini, Edy menyampaikan bahwa semestinya masalah tersebut harus dikomunikasikan dengan baik, bukan saling menyalahkan. Edy pun di media menyindir Bobby jangan asyik salah sini-situ.
November 2021
Perseteruan terjadi terkait rencana Bobby akan membuka kembali Kesawan City Walk (KCW). Seiring dengan kasus Covid yang terus menurun, dan untuk menggerakkan ekonomi pelaku UMKM Bobby berencana membuka kembali KCW. Menanggapi rencana ini, Edy Rahmayadi mengultimatum Pemko Medan. Edy akan menindak KCW jika tidak mematuhi aturan PPKM Level 2.
Desember 2021
Perseteruan Edy Rahmayadi dengan Bobby Nasution kembali terjadi terkait status PPKM kota Medan. Gubsu Edy menyindir walikota Medan Bobby Nasution yang mengklaim saat ini kota Medan masuk dalam PPKM Level 1. Padahal dalam instruksi Gubernur No 188.54/51/INS/2021 status Kota Medan masih masuk dalam PPKM Level II. Edy sindir Bobby dengan menyebutkan jangan klaim Level I, Level 0 saja. Menanggapi sindiran Edy ini, Bobby menyampaikan bahwa benar Kota Medan baru saja masuk Level I PPKM, karena ada beberapa indikator yang sudah dipenuhi, terutama indikator jumlah vaksinasi yang sudah tinggi di Kota Medan.
Menakar Potensi Konflik
Perseteruan antara Edy Rahmayadi dengan Bobby Nasution tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai konflik biasa, mengingat konfliknya terjadi terus menerus di sepanjang tahun 2021. Ada latar, sebab dan potensi yang membuat perseteruan antara keduanya hingga sekarang masih terus menjadi.
Edy dan Bobby memiliki banyak latar yang berbeda, baik dari pengalaman profesi, tingkat generasi, dan karakter kepemimpinannya. Edy yang dibesarkan di dunia kemiliteran tentu watak dan karakternya sangat dipengaruhi oleh watak militer. Sementara Bobby yang dibesarkan dari dunia sipil dan berprofesi sebagai pengusaha muda, sangat dipengaruhi oleh watak profesinya. Dari sisi generasi, juga tampak kontras sekali perbedaannya, Bobby dilahirkan dan dibesarkan di era generasi milenial, sedangkan Edy dilahirkan dibesarkan pada generasi era 60-an. Dalam memimpin tampak Edy menggunakan model pendekatan antara bapak dan anak, yaitu Edy sebagai bapak dan rakyat itu anaknya. Itu kenapa Edy lebih suka dipanggil ayah oleh anak buahnya. Berbeda dengan Bobby
yang menggunakan model kepemimpinan egaliter dengan berbasis kinerja. Bagi Boby, anak buah dan rakyat adalah partner/mitra, oleh karenanya harus berkolaborasi bersama sesuai jargon politik Bobby.
Edy dan Bobby juga memiliki latar politik yang saling berseberangan. Edy di masa Pilpres merupakan gubernur pendukung Prabowo-Sandi dan bersebrangan dengan Jokowi yang merupakan mertuanya Bobby. Hingga sekarang pun hubungan Edy dengan pemerintah pusat tampak masih belum mesra. Dalam pemilihan Walikota Medan tahun 2020 juga Edy bukan bagian dari sekutu Bobby, dan sebaliknya Edy mendukung lawan politik Boby.
Bisa jadi Edy memandang Bobby sebagai calon potensial yang akan menjadi pesaing dalam pertarungan Pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) pada 2024 mendatang. Bila Edy ingin maju pada periode kedua, tentu Bobby menjadi lawan yang tidak bisa dianggap remeh oleh Edy. Konflik-konflik yang selama ini terjadi bisa jadi bagian dari kompetisi terselubung keduanya dalam rangka kontestasi Pilgubsu mendatang. Bila hal ini benar, maka perseteruan antar keduanya sulit akan berakhir, dan akan terus terjadi hingga Tahun 2024 mendatang.
*Sekjend Forum Masyarakat Literasi Indonesia, dan Mahasiswa Program Doktoral Studi Pembangunan FISIP USU.