Oleh Dr Purwadi M.Hum.
Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara HP 0878 6440 4347

A. Paku Buwono II Lahir dengan Siraman Air Umbul Cokro.

Pendiri Kraton Surakarta adalah Sunan Paku Buwono ll. Nama kecil Paku Buwono II yaitu Raden Mas Gusti Prabasuyasa. Lahir pada hari Selasa Pahing 23 Syawal 1634 atau 8 Desember 1711. Bertempat di Pesanggrahan Tegalgondo Klaten, yang dibangun tahun 1677.

Pesanggrahan Tegalgondo di-gunakan sebagai istana awal berdirinya Kartasura yang menjadi ibukota Mataram. Berturut-turut raja Mataram yang mengelola Pesanggrahan Tegal yaitu Amangkurat Mas tahun 1703 – 1708. Air yang mengalir dari umbul cokro membuat hidup selalu sehat.
Masa kelahiran Paku Buwono II disambut dengan gembira ria. Kerajaan Mataram saat itu dipimpin oleh Sinuwun Paku Buwono I. Beliau memerintah tahun 1708 – 1719. Garwa prameswari Sinuwun Paku Buwono I bernama Kanjeng Ratu Mas Balitar.

Putri Madiun ini seorang wanita yang berbudi luhur, pintar, cekatan dan produktif menulis karya sastra. Ayahanda Paku Buwono II adalah Sinuwun Amangkurat Jawi atau Amangkurat IV. Ibunya adalah Kanjeng Ratu Kencana, putri KRT Tirtokusuma Bupati Kudus. Amangkurat adalah putra Sinuwun Paku Buwono I. Dengan demikian Paku Buwono II masih berdarah Semarang, Pati, Kudus, Madiun. Jaringan kerabat keluarga yang luas.

Garis keturunan Paku Buwono II dari pihak ibu dapat di-terangkan sebagai berikut. Terlebih dulu ditelusuri asal usul keluarga.

  1. Khalifah Husen putra Syekh Madi diambil menantu oleh Harya Baribin di Madura, berputra
  2. Sunan Ngudhung di Kudus, berputra
  3. Panembahan Kali Demak, berputra
  4. Panembahan Poncowati, berputra
  5. Panembahan Kudus, berputra
  6. Pangeran Demang, berputra
  7. Pangeran Rajungan, berputra
  8. Pangeran Kudus, berputra
  9. Adipati Sumodipuro, berputra
  10. Adipati Tirtokusumo Kudus, berputra
  11. Sinuwun Amangkurat IV, berputra
  12. Sinuwun Paku Buwono II

Alur silsilah Paku Buwono II jelas kuat. Kelahiran Raden Mas Prabasuyasa memberi harapan yang gemilang bagi trah Ma-taram. Sinuwun Paku Buwono I begitu bahagia. Terlebih-lebih Kanjeng Ratu Mas Balitar. Cucunya ini bersinar terang yang membawa keberuntungan. Raden Mas Prabasuyasa atau Paku Buwono II masa kanak-kanaknya diasuh di lingkungan utama kraton Kartasura. Ibukota Mataram ini punya fasilitas pendidikan yang cukup memadai.

Pada tahun 1713 Raden Mas Prabasuyasa diantar ke kota Kudus. Dengan harapan Eyangnya KRT Tirtokusumo mengenal-kan sejak dini kebudayaan Tajug yang diwariskan oleh Kanjeng Sunan Kudus. Sebagai trah Kudus penghayatan ini amat penting, karena Raden Prabasuyasa merupakan calon pemimpin masa depan Mataram.

B. Paku Buwono II Menempuh Pendidikan.

Sistem Pendidikan di ibukota Kartasura dipelopori oleh Kanjeng Ratu Mas Balitar. Kanjeng Ratu Mas Balitar adalah garwa dalem sinuwun Paku Buwono I. Gelar Ratu Balitar lainnya adalah Kanjeng Ratu Ibu atau Sang Aprabu Nini. Berhubung kepribadiannya yang luhur dan agung, Ratu Balitar dihormati sebagai Putri amardika jimate wong nusa Jawa. Sikap Ratu Balitar yang bijak bestari ini mampu meredakan krisis politik yang selalu bergolak pada masa awal kerajaan Kartasura dan Surakarta.

Hal ini bukan suatu kebetulan, karena beliau adalah seorang tokoh putri yang gemar akan ilmu pengetahuan.
Ratu Balitar terlibat dalam pembuatan karya sastra yang berjudul Serat Iskandar, Serat Menak, dan Serat Yusuf. Serat Iskandar masih berkaitan dengan Hikayat Iskandar Zulkarnain berbahasa Melayu yang pernah dianalisis oleh Siti Chamamah Soeratno (1991) dalam bentuk disertasi. Serat Menak dan Serat Jusuf ini dibuat oleh Ratu Balitar di samping untuk syiar Islam juga demi kemajuan pendidikan masyarakat.

Bagi kebanyakan para putri sekarang, kiranya patut apabila mau meniru kebijaksanaan dan kepandaian Kanjeng Ratu Mas Balitar dalam menyikapi perubah-an dan pergolakan di pentas kenegaraan.
Istana kraton Kartasura memberi peraturan tentang sistem pengajaran buat warga. Setiap pukul 16.00 sore sampai 20.00 malam anak wajib belajar membaca dan menulis. Bahan ajar meliputi aksara Arab dan aksara Jawa. Ditambah lagi ilmu pe-ngetahuan umum, ketrampilan memasak, bertani, siklus musim, pasaran, pawukon, dan ilmu bumi.

Dalam bidang keagamaan diajarkan membaca kitab suci, pengertian al hadis, ijmak dan kiyas. Siroh nabawiyah atau biografi kenabian diajarkan lewat guru yang berpengalaman. Istana kraton Kartasura memberi fasilitas demi lancarnya pengajaran. Proses belajar mengajar berlangsung tertib sesuai dengan rencana dan jadwal pengajaran.
Untuk kelengkapan tata kota di alun-alun Kartasura dipasang jam guro. Setiap jam ada bunyi sebagai tanda berubahnya waktu.

Terlebih-lebih mulai pukul 16.00 ada suara khusus yang menjadi tanda peringatan buat anak-anak yang wajib belajar. Bunyi itu berulang setelah berakhirnya jam pengajaran pukul 20.00. pelanggaran atas proses belajar mengajar ini mendapat sanksi. Oleh karena warga kraton Mataram tidak boleh bodoh. Terlebih-lebih generasi muda harus punya cakrawala pemikiran yang luas. Wawasan pengajaran yang teratur itu dialami oleh Raden Mas Gusti Prabasuyasa atau Sinuwun Paku Buwono II.

Raden Mas Prabasuyasa disamping mengenyam pendidikan di Kartasura dan Kudus juga mendapat pengajaran perdagangan di daerah Banyumanik Semarang. Oleh karena asal usul Sinuwun Paku Buwono I atau Pangeran Puger berasal dari Banyumanik Semarang.
Pendidikan Raden Mas Prabasuyasa atau Sinuwun Paku Buwono II pernah dilakukan di daerah Madiun.

Berhubung Kanjeng Ratu Mas Balitar adalah putri Adipati Rangga Juminah Bupati Madiun. Raden Mas Prabasuyasa belajar tentang tata pertanian, pola pembibitan, pengairan, kehutanan, dan geografi gunung Lawu. Pada kesempatan ini pula Paku Buwono II terkesan adanya hidangan sega pecel Madiun. Bersamaan itu diperkenalkan pula jajan brem yang terkenal sepanjang masa.

Pengetahuan yang diperoleh dari beragam kota tersebut, membuat Raden Mas Prabasuyasa atau Paku Buwono II memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam. Kelak berguna setelah dinobatkan sebagai Raja Mataram pada tahun 1726. Dengan gelar Sinuwun Paku Buwono II.
Perubahan besar terjadi ketika tahun 1738 Paku Buwono II merancang perpindahan ibukota Mataram dari Kartasura ke Surakarta. Perpindahan ibukota ini berhasil pada tanggal 17 Sura tahun 1745. Tentulah pemindahan ibukota ini sudah menunjuk-kan bahwa Paku Buwono II adalah raja yang memiliki kekayaan yang berlimpah ruah.

C. Paku Buwono II Membangun Negeri.

Anak cucu Paku Buwono II melanjutkan cita-cita mulia. Kanjeng Ratu Kencono Wungu Permaisuri Raja Surakarta Hadiningrat mengusulkan berdirinya Kabupaten Klaten. Dulu tiap malem selasa Pahing diadakan acara tuguran

Untuk menghormati wiyosan dalem Sinuwun Paku Buwono II. Kabupaten Klaten berdiri atas usul Gusti Kanjeng Ratu Kencono Wungu. Beliau adalah garwa prameswari Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat tahun 1788-1820. Rapat pengusulan itu terjadi pada hari Sabtu Kliwon, 12 Rabiul Akhir 1731 atau tanggal 28 Juli 1804. Kejadian penting itu ditandai dengan tahun candra sengkala: Rupa Mantri Swaraning Jalak.

Panitia pembentukan Kabupaten Klaten dipimpin lang-sung oleh Gusti Kanjeng Ratu Kencono Wungu. Rapat panitia dilaksanakan di pendapa Kademangan Cakradipuran. Duduk dalam kepanitiaan itu adalah tokoh kraton. Tokoh keagamaan, pemuka masyarakat, pembesar Umbul Pengging, pemuka Umbul Cakra, Demang Prambanan, utusan keluarga Sunan Pandanaran Temba-yat, Juru Pengairan Kartasura dan Juru Kunci Gunung Merapi, Pengawas Kaliworo, Pengawas Kali Dengkeng, Dewan Kerajaan Bentangan, kelompok industri payung Juwiring dan pengusaha kuliner Jogonalan. Kawasan Karangnongko terdiri dari pengrawit Sumokaton. Untuk daerah Ngawen diikuti pengrajin kain. Untuk wilayah Manisrenggo hadir para seniman tari.
Dewan eksekutif panitia harian diserahkan kepada Kan-jeng Raden Arya Mangkupraja II. Beliau adalah Patih Karaton Surakarta Hadiningrat yang bertugas tahun 1796-1804. Hasil kerja dewan eksekutif panitia harian ini bertanggung jawab kepada GKR Kencono Wungu. Permaisuri Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV ini memiliki kemampuan di atas rata-rata. Beliau cerdas, cekatan, kaya-raya, ramah tamah, pemurah, bermartabat, berwawasan luas, berpandangan jauh ke depan dan diterima oleh semua kalangan.
Siapakah Gusti Kanjeng Ratu Kencono? Dari manakah asal usul permaisuri Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV ini? GKR Kencono Wungu adalah putri Bupati Pamekasan Madura, Kanjeng Raden Adipati Cakraningrat. Penguasa Madura terkenal sebagai bupati maju pikiran dan tindakan. Beliau punya jaringan luas pada penguasa Bang Wetan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara. Istrinya adalah Rara Prihatmini, putri Pangeran Pekik, Bupati Surabaya.
Asal usul Kanjeng Ratu Kencono Wungu boleh dikatakan sangat terpandang. Dari silsilah bapaknya adalah penguasa Madura. Dari pihak ibunya merupakan pembesar Jawa Timur. Dari masa kecil sampai menjadi The First Lady karaton Surakarta Hadiningrat, GKR Kencono Wungu adalah Presiden Komisaris Pelabuhan Tanjung Perak. Sebelumnya beliau memegang jabatan Direktur Utama. Ketika masih belum menjadi istri raja, nama beliau yaitu Kanjeng Raden Ajeng Sukaptinah. Di lingkungan Ka-dipaten Pamekasan KRAj Sukaptinah diberi gelar Ratu Han-doyowati.
Usaha pokok KRAj Sukaptinah yaitu pemilik industri garam. Beliau menguasai pemasaran di Maluku, Tamasek Singa-pura, India, Tiongkok, Afrika dan Tanah Arab. Usaha ekspor im-por garam ini sudah barang tentu mendatangkan untung berlipat ganda. Selama menjadi permaisuri raja, Kanjeng Ratu Kencono Wungu tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk urusan pribadi. Soal keuangan, Ratu Kencono Wungu boleh dibilang berlimpah turah-turah.
Trahing kusuma rembese madu. Dengan latar belakang yang serba berkecukupan itulah GKR Kencono Wungu percaya diri ikut serta menata berdirinya Kabupaten Klaten. Selaku Dewan penasihat panitia pembentukan Kabupaten Klaten yakni Raden Ngabehi Ranggasutrasno, Kanjeng Raden Tumenggung Sastronagoro dan KRT Sastrodipuro. Mereka terkenal sebagai pakar ulung dari Karaton Surakarta Hadiningrat. Raden Ngabehi Rangga Sutrasno ahli tata wilayah KRT Sastronagoro pakar tata pemerintahan. KRT Sastrodipura terkenal sebagai pengelola ben-dungan dan pengairan yang tangguh.
Adapun ketua dewan pengawas panitia pemerintahan Kabupaten Klaten dipegang oleh GRM Sugandi. Kelak beliau menjadi raja Karaton Surakarta Hadiningrat tahun 1820-1823. Gelarnya adalah Kanjeng Sinuwun Paku Buwono V. Pada masa pemerintahan Paku Buwono V rakyat Klaten banyak dilibatkan dalam penyusunan Surat Centhini. Kitab Mahakarya ini bisa dikatakan ensiklopedi budaya Jawa.
Rapat pleno kepanitiaan menetapkan pula Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro sebagai Bupati Klaten. Terhitung tanggal 28 Juli 1804 KRT Kusumonagoro bertugas untuk menja-lankan roda pemerintahan di Kabupaten Klaten. Upacara pelan-tikan dilaksanakan di Sitihinggil Kraton Surakarta Hadiningrat. Langsung dilantik oleh Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV. Gagasan GKR Kencono Wungu menjadi kenyataan yang gemilang. Untuk menghormati penggagas kabupaten Klaten dipersembah-kan tari Bedaya Ludira Madu. Artinya putri bangsawan Madura yang memberi darma bakti kepada nusa dan bangsa. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila masyarakat Klaten menghormati perjuangan dan jasa besar. Pada malam pahargyan dilantunkan tembang dhandhanggula dengan mengutip serat Wulangreh.

Dhandhanggula Wasitaning Ati

Pamedhare wasitane ati
Cumanthaka aniru pujangga
Dahat mudha ing batine
Nanging kedah ginunggung
Datan wruh yen keh kang ngesemi
Ameksa angrumpaka
Basa kang kalantur
tutur kang katula-katula
tinalaten rinuruh kalawan ririh
mrih padhanging sasmita

Sasmitaning ngurip puniki,
mapan ewuh yen tan weruha,
tan jumeneng ing uripe,
akeh kang ngaku-aku,
pangrasane sampun utami,
tur durung wruh ing rasa,
rasa kang satuhu,
rasaning rasa punika,
upayanen darapon sampurneng diri,
ing kauripan nira.

Lamun sira anggeguru kaki,
amiliha manungsa kang nyata,
ingkang becik martabate,
sarta kang wruh ing hukum,
kang ngibadah lan kang wirangi,
sukur oleh wong tapa,
ingkang sampun mungkur,
tan mikir pawehing liyan,
iku pantes sira guronana kaki,
sartane kawruhana.

Bagi masyarakat Jawa serat Wulangreh menjadi bacaan wajib. Di sana tersedia pitutur luhur. Kehidupan semakin berbo-bot. Itulah ajaran Sinuwun Paku Buwono IV yang terkenal. Nasi-hat tembang ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mema-hami ilmu sangkan paraning dumadi atau makna hakekat kehidupan. Wejangan raja Surakarta ini sungguh mengandung nilai rendah hati. Meskipun pintar tetap tidak sombong. Ajaran itu juga menganjurkan seseorang untuk tekun berguru. Dengan menuntut ilmu pengetahuan, maka hidup menjadi lebih terang benderang.
KRT Kusumonagoro adalah putra Bupati Pengging, KRT Padmonagoro. Beliau lama menjadi sekretaris pribadi Sinuwun Paku Buwono IV. Dulu juga menjadi kepala kantor Kabupaten Pengging dan Kabupaten Pekalongan. Sewaktu belajar di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Ponorogo, beliau aktif sebagai ketua paguyuban santri. Namanya masih Zainal Abidin Notokusumo. Dengan demikian bekal menduduki jabatan bupati Klaten boleh dikata cukup mumpung. Kebak ngelmu sipating kawruh.
Keluarga Bupati Kusumonagoro amat populer di Klaten. Saudara sepupunya yaitu Bagus Burham. Kelak menjadi pujangga Karaton Surakarta Hadiningrat. Bila ditarik ke atas, nyatalah Bupati Kusumonagoro masih berhubungan erat dengan garis keluarga Pujangga Yasadipura. Rata rata keluarga trah Pengging memiliki bakat seni, kesusastraan, ilmu tata negara. Sepanjang masa mereka menjadi tokoh masyarakat. Misalnya Raden Mas Ngabehi Pajangswara. Beliau adalah ayahanda Raden Ngabehi Ranggawarsita yang menjadi penasihat Kanjeng Sinuwun Paku Buwono VII yang memerintah tahun 1830-1858. Narendra gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, hambeg adil paramarta. Paku Buwono II mewariskan ajaran luhur.

D. Paku Buwono II Mengembangkan Budaya Klaten
Dari perspektif historis Kabupaten Klaten memang pen-ting sejak tahun 1677. Maka kelahiran Paku Buwono II di Tegal-gondo Klaten karena letaknya strategis. Pencanangan Kabupaten Klaten sebagai pusat pengembangan budaya adi luhung terjadi pada hari Senin Legi, 23 Jumadil Akhir 1775. Bertepatan dengan tanggal 5 Juni 1847. Saat itu Klaten di bawah pembinaan Kanjeng Sinuwun Paku Buwono VII. Beliau didampingi garwa prameswari GKR Paku Buwono dan GKR Retno Hadiluwih. Raja Surakarta Hadiningrat ini berpikiran maju, terutama dalam bidang sastra budaya. Beliau memberi instruksi kepada Bupati Klaten KRT Ma-ngunkusuma. Wilayah Klaten punya peluang sebagai daerah literasi unggulan. Sejak tahun 1845 beliau telah menetapkan Bagus Burham sebagai pujangga kraton Surakarta Hadiningrat, dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita.
KRT Mangunkusumo sebagai Bupati Klaten tentu mene-rima tugas berat ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Program pertama Bupati Mangunkusumo yaitu membuat Taman Bacaan Jawa di daerah Palar Trucuk. Pendirian ruang baca di perpustaka-an ini sebagai sarana untuk menyusun, mengarang, menggubah karya sastra Jawa klasik. Di tempat inilah Raden Ngabehi Rangga-warsita menyusun Serat Pustaka Raja Purwa, Serat Witaradya, Serat Candrarini, Serat Jaka Lodhang, Serat Wedharaga, Serat Cemporet. Semua sastra piwulang ini memiliki nilai etis filosofis yang tinggi.
Pengembangan bidang kultural spiritual dilakukan Bupati Mangunkusumo di Jatinom. Setiap tahun beliau hadir dalam upacara Ya Qawiyyu, warisan Ki Ageng Gribig. Penyelenggaraan upacara Ya Qawiyyu memerlukan biaya yang besar. Maka bianya langsung dicukupi dari kantor kabupaten. Petilasan Ki Ageng Pandanaran di Gunung Jabalkat Tembayat juga mendapat biaya pembinaan. Kesejahteraan juru kunci dimasukkan dalam angga-ran kabupaten. Para peziarah mendapat jaminan keamanan dan kenyamanan. Kompleks candi Prambanan dan Plaosan mendapat biaya perawatan rutin yang memadai. Program ini dilakukan pada tahun 1849.
Batik Tulis yang diproduksi oleh warga Bayat selalu diberi kesempatan untuk proses marketing. Beberapa kios di pasar Klewer disediakan buat pengusaha Batik Bayat. Perusahaan gera-bah di desa Bentangan Wonosari menjadi langganan untuk upa-cara Kraton Surakarta. Peran Bupati Mangunkusumo begitu besar. Jasa dan pengabdiannya sepantasnya dikenang oleh ma-syarakat Klaten.
Seni pedalangan dan kerawitan menjadi unggulan karya orang Klaten. Bupati Mangunkusumo berjuang maksimal demi kesejahteraan para seniman. Dana dan fasilitas disediakan, agar semangat berkesenian tetap menyala. Tiap bulan diadakan pentas rutin di pendapa kabupaten Klaten. Seniman berprestasi diberi kesempatan pentas saat karaton Surakarta punya hajad. Misalnya dalam pasar malam Sekaten, sudah pasti seniman Klaten dikirim untuk unjuk kebolehan. Tim dari Karangnongko dan Sumokaton kerap dikirim untuk pentas wayang purwa pada tahun 1851.
Industri payung dari desa Tanjung Juwiring merupakan produk unggulan yang selalu dipesan istana. Bahkan payung Tanjung Juwiring banyak yang dikirim ke luar negeri. Perkalian Bupati Mangunkusumo semata mata demi kesejahteraan warga Klaten. Beliau adalah Bupati Klaten yang suka tirakat, laku lara lapa tapa brata. Setiap malam Selasa Kliwon tirakatan di makam Ki Ageng Pandanaran. Bulan Purnama ritual di Pantai Parang-kusumo. Bupati Mangunkusumo betah melek, suka cegah dhahar lawan guling. Mahas ing ngasepi, bertapa di tengah alas gung liwang liwung. Misalnya pada tahun 1853 beliau tapa kungkum di Umbul Pasiraman Pengging.
Perekonomian Klaten begitu makmur terjadi pada tahun 1860. Pabrik gula Gondang Winangun dibangun mendatangkan kemakmuran. Bangunan pabrik gula berdiri kokoh. Pemuda pe-mudi bekerja dengan imbalan lumayan tinggi. Petani tebu sejah-tera lahir batin. Pengusaha angkutan grobag, cikar dokar laku laris. Kereta api pun mulai dikenal luas. Juga seniman sering di-tanggap oleh pabrik gula Gondang Winangun setiap bulan. Se-buah masa yang sangat indah.
Kebun tembakau Tegalgondo dipelopori oleh Sinuwun Paku Buwono IX yang memerintah tahun 1861-1893. Tembakau dari Klaten dikenal di dunia. Pada tahun 1872 panen besar-besaran. Rakyat Klaten makin makmur kaya raya. Kabupaten Klaten semakin arum kuncara. Begitulah Kabupaten Klaten saat dibina oleh karaton Surakarta Hadiningrat. Hubungan ini kini tetap berlanjut lewat Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadi-ningrat yang berdiri sejak tahun 1931.
Klaten tetap wilayah yang asri edi peni. Pada masa Sinu-wun Paku Buwono IX dibangun stasiun dan jalur kereta api. Raja Surakarta mengusulkan supaya dibangun Stasiun Cepu. Stasiun Srowot dan Stasiun Prambanan pada tahun 1867. Beliau terjun langsung dalam pembangunan stasiun di Klaten. Pembangunan tanggul di Kaliworo dan Kali Dengkeng juga atas prakarsa Sinuwun Paku Buwono IX. Pada tahun 1869 beliau mengunjungi daerah Ngawen khusus untuk membina industri perkakas rumah tangga seperti sulak, keset dan sapu. Hati rakyat pun menjadi ayem tentrem.
Pada masa pemerintahan Kanjeng Sinuwun Paku Buwono X yang memerintah tahun 1893-1839 Klaten mendapat perhatian prima. Pasanggrahan Balerante Manisrenggo diberi hadiah sepe-rangkat gamelan laras pelog slendro jangkep. Sampai sekarang gamelan Kyai Manisrenggo itu dipelihara warga dengan sangat. Mereka percaya bahwa gamelan Kyai Manisrenggo itu barang pu-saka yang mberkahi. Gamelan Kyai Manisrenggo bisa digunakan untuk tolak balak. Pageblug, hama dan penyakit bisa sumingkir saat Kyai Manisrenggo berkumandang.
Pesanggrahan Hargopeni dibangun oleh Sinuwun Paku Buwono X pada tahun 1931 bertempat di Deles Kemalang. Tem-pat peristirahatan ini dibangun dengan areal yang cukup luas. Kanan kiri ditanami teh, kopi, duren, pepaya, pisang dan manggis. Tiap malam Jumat Legi banyak warga yang melakukan tirakatan. Para pembesar karaton Surakarta kerap mengadakan rapat kenegaraan di Pesanggrahan Deles. Hawanya segar, sejuk, nyaman. Pemandangan di sekitar gunung Merapi begitu indah asri anglam lami.
Pesanggrahan Tegal Gondo dibangun oleh Sinuwun Paku Buwono X pada tahun 1906. Bersamaan dengan peresmian patir-tan di Umbul Cokro Tulung Polanharjo. Pada saat itu pula Kanjeng Sinuwun Paku Buwono X mendukung daerah Delanggu sebagai kawasan lumbung pangan. Buktinya sampai sekarang dikenal beras Delanggu yang enak dan unggul. Semua itu mendapat perhatian dari karaton Surakarta Hadiningrat.
Kanjeng Sinuwun Paku Buwono XI pada tahun 1940 mengundang seniman Klaten untuk tampil dalam acara pengetan jumenengan. Bupati Klaten Joyonegoro mengirim tim pengrawit, penari terpilih. Prestasi seni warga Klaten sampai sekarang men-dapat pengakuan internasional. Pada tahun 1993 Kanjeng Sinuwun Paku Buwono XII memberi kesempatan pada warga Karangdowo untuk serta menjadi abdi dalem karaton Surakarta Hadiningrat. Sampai sekarang banyak warga Karangdowo, Juwi-ring, Wonosari, Bayat, Prambanan, Manisrenggo, Trucuk, Ganti-warno, Wedhi, Delanggu, Kemalang, Karangnongko, Karanganom yang mengabdikan diri pada karaton Surakarta Hadiningrat. Mereka tetap menjaga nama baik kabupaten Klaten.
Sepanjang masa rakyat Klaten terus bersatu padu, guyub rukun, gotong royong untuk meningkatkan mutu kehidupan. Produktivitas dan kreativitas rakyat Klaten diakui dalam sekup lokal nasional dan internasional. Semoga selalu basuki lestari.
Para Bupati Meneruskan Kepemimpinan Klaten demi Menjaga Kualitas Peradaban.

  1. Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro I 1804-1822. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  2. Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro II 1822-1837. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono V, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  3. Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonagoro III 1837-1847. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  4. Kanjeng Raden Tumenggung Mangunkusumo I 1847-1864. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  5. Kanjeng Raden Tumenggung Mangunkusumo II 1864-1889. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  6. Kanjeng Raden Tumenggung Mangunkusumo III 1889-1913. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  7. KRT Mangunkusumo IV 1913-1925. Dilantik pada jaman pe-merintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  8. Kanjeng Raden Tumenggung Tirtonagoro 1925-1931. Dilan-tik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  9. Kanjeng Raden Tumenggung Purbonagoro 1931-1942. Dilan-tik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  10. Kanjeng Raden Tumenggung Joyonagoro 1942-1948. Dilan-tik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
  11. Drg Soedomo 1948-1950. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
  12. Kasiran Brotoatmojo 1950-1952. Dilantik pada masa pe-merintahan Presiden Soekarno.
  13. Mochtar 1952-1957. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
  14. R Koesworo 1957-1957. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
  15. Dr RM Tjokronagoro 1957-1959. Dilantik pada masa peme-rintahan Presiden Soekarno.
  16. R Ng Brotopranoto 1959-1960. Dilantik pada masa peme-rintahan Presiden Soekarno.
  17. M. Pratikno 1960-1966. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
  18. R Ng Harjosantoko 1966-1967. Dilantik pada masa pemerin-tahan Presiden Soekarno.
  19. Kol Sutiyoso 1967-1972. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
  20. Kol Saibani 1972-1974. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
  21. Sutono Marto Suwito 1974-1975. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
  22. Kol Sumanto 1975-1985. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
  23. Kol Suhardjono 1985-1995. Dilantik pada masa pemerin-tahan Presiden Soeharto.
  24. Kol Kasdi 1995-2000. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
  25. H Haryanto Wibowo 2000-2005. Dilantik pada masa peme-rintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
  26. Sunarno SE, M.Hum 2005-2015. Dilantik pada masa peme-rintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
  27. Drs. Jaka Sawaldi 2015-2016. Dilantik pada masa pemerin-tahan Presiden Joko Widodo.
  28. H Sri Hartini, SE 2016-2017. Dilantik pada masa peme-rintahan Presiden Joko Widodo.
  29. Hj Sri Mulyani 2017-2021. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Ki Nartosabdo Seniman Agung dari Kabupaten Klaten yang mewariskan Keutamaan. Seniman terkenal dari Kabupaten Klaten perlu diketahui oleh generasi penerus. Ki Nartosabdo adalah dalang populer yang lahir tanggal 25 Agustus 1925 di Krangkungan, Pandes, Wedi, Klaten, Jawa Tengah. Nama kecilnya adalah Soenarto. Soenarto pernah mengenyam pendidikan lima tahun di SD Muhammadiyah. Setelah itu beliau melanjutkan studi di Akademi Seni Kerawitan Indonesia Surakarta. Karier Beliau dimulai dengan bergabung pada kelompok wayang orang Ngesti Pandawa, pimpinan Ki Sastrosabdo. Ki Sastrosabdo sangat sayang pada Soenarto karena kemahirannya dalam karawitan dan lawakan. Nama Soenarto dirubah menjadi Nartosabdo atas hadiah Ki Sastrosabdo pada tahun 1948.
Klaten menjadi pusat pembelajaran seni pedalangan. Pada tahun 1958, Ki Nartosabdo untuk pertama kalinya mendalang dengan Lakon Kresna Duta, suatu lakon yang penuh dengan sanggit dan sangat estetis. Pentas pakeliran Ki Nartosabdo ter-kenal dengan gendhing-gendhingnya, antawacana, greget, sanggit, komposisi alur dan dhagelannya. Beberapa lakon yang telah dipentaskan: Arjuna Cinoba, Gathutkaca Wisuda, Begawan Sen-dhang Garba, Pandawa Dhadhu, Kangsa Adu Jago, Pandhu Krama, Bima Bungkus, Dewa Ruci, Bima Suci, Bisma Gugur, Karna Tandhing, Drona Gugur, Abimanyu gugur, Duryudana Gugur, Dur-sasana Gugur, Sumantri Ngenger, Bomanaraka Sura Gugur, Dasamuka Gugur, Kumbakarna Gugur, Subali Gugur, Kresna Gu-gah, Kresna Duta, Alap alapan Setyaboma, Parta Krama, Begawan Ciptowening, Wisanggeni Lahir, Mayangkara, Destarastra Tun-dhung, Babad Wanamarta, Alap alapan Dropadi, Salya Gugur, Parikesit Lahir, Dewi Sukesi Krama, Prabu Baka Gugur, Semar Mantu.
Dari daerah Wedhi Klaten seniman besar ini mendapat inspirasi. Ki Nartosabdo juga terkenal dalam musik gamelan dan produktif dalam menciptakan gendhing dan lagu-lagu dolanan yaitu: Swara Suling, Lumbung Desa, Ayo Praon, Gropa Grape, Ngundha Layangan, Sapa Ngira, ABRI Masuk Desa, Aja Ngebut, Mbok ya Mesem, Caping, Sapu Tanganmu, Mari Kangen, Gudheg Yogya, Cep Menenga, Suka Asih, Ibu Pertiwi, Gambuh Kayungyun, Mijil Panglilih, Subakastawa, Lesung Jumengglung, Meh Rahina, Aja Dipleroki, Jamu Jawa, Ngagem Lurik, Santi Mulya, Identitas Jawa Tengah, Slendhang Biru, Goyang Semarang, Sarung Jagung, Ela-ela Gandrung, Pariwisata, Kagok Semarangan, Megal Megol, Kaduk Manis, Cucur Biru, Dumadi, Rondha Kampung, Dhempo, Tedhak Saking, Aja Kisruh, Atiku Lega, Balen, Ngimpi, Piwelingku, Pleca-Plecu, Sadarma, Janjine Piye, Aja Lamis, Cengkir Wu-ngu, Gagat Enjang, Tanpa Tujuan, Aja Ngono, Ora Nglindur, Melathi Rinonce, Setya Tuhu, Aja Ngece, Panyawangku, Hanalangsa, Rujak Jeruk, Randha Nunut.
Kesadaran rakyat Klaten mengenai potensi yang dikan-dung oleh laut diekspresikan secara estetis oleh Ki Nartosabdo dalam lagunya Ayo Praon demikian:

Yo kanca neng gisik gembira
alerab-lerab banyuning segara
anggliyak numpak prau layar
ing dina Minggu keh pariwisata
alon praune wis nengah
byah byuh byah banyu binelah
ora jemu jemu karo mesem ngguyu
ngilangake rasa lungkrah lesu
adhik njawil mas jebul wis sore
witing kelapa katon ngawe-awe
prayogane becik bali wae
dene sesuk esuk tumandang nyambut gawe

Rasa nasionalisme Rakyat Klaten tinggi sekali. Syair tem-bang dolanan di atas mengandung nilai rekreasi dan produksi, berwisata dan berkarya secara serasi, selaras dan seimbang. Secara simbolik mengandung makna bahwa sesuatu harus dikerjakan dengan tidak berlebihan. Karena sikap yang berlebih-an pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Bumi kelahiran, tanah tumpah darah, dan rasa kebangsaan mendapat apresiasi positif di mata rakyat Jawa. Ki Nartosabdo mengungkapkan rasa cinta tanah air itu dalam bentuk lagu Ketawang Ibu Pertiwi demikian:

Ibu pertiwi

paring boga lan sandhang kang murakabi
paring rejeki manungsa kang bekti
ibu pertiwi, ibu pertiwi
sih sutresna mring sesami
ibu pertiwi kang adil luhuring budi
ayo sungkem mring ibu pertiwi

Lagu Ibu Pertiwi sering digunakan untuk mengiringi langen tayub, sebagai lagu kehormatan, karena sifatnya yang khidmat, tenang, berwibawa, dan kontemplatif. Ibu Pertiwi atau tanah air harus dijunjung, dihargai dan dicintai agar jiwa nasionalisme kita tetap lekat. Rasa nasionalisme itu perlu dipupuk supaya kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara selama ini tetap terjamin dan lestari. Rakyat Jawa sangat menya-dari arti penting pangan, sebagai kebutuhan hidup yang paling mendasar. Pangan harus selalu ada dan mencukupi. Konflik sosial yang cepat bergolak salah satunya karena persediaan pangan di suatu daerah yang bersangkutan mengalami kehabisan. Untuk itu Ki Nartosabdo menganjurkan adanya lumbung desa.

Lumbung desa pra tani padha makarya
ayo dhi njupuk pari nata lesung nyandhak alu
ayo yu padha nutu yen wis rampung nuli adang
ayo kang dha tumandang nosoh pari nata lumpang

Pitutur luhur diwejang oleh sesepuh Klaten. Syair tem-bang sederhana di atas mengandung makna kebersamaan, ketekunan, kemandirian, kesejajaran, kemitraan, dan kegiatan yang tulus. Kondisi begini akan mengantarkan masyarakat itu mempunyai percaya dan harga diri. Ketahanan pangan penting supaya rakyat tentram hidupnya. Meskipun nguri-uri budaya Jawa, sikap keindonesiaan rakyat Jawa tidak perlu diragukan lagi. Aksi disintegrasi tidak pernah bersemi dalam dada rakyat Jawa Tengah. Lagu Santi Mulya karya Ki Nartosabdo menegaskan hal demikian:

Santi mulya, santi mulya
luhur mulyaning negara Indonesia mesthi jaya
tarlen saking golonging sedya tama
manunggal mrih santosa cipta rasa budi karsa
gumelare memayu hayuning bangsa
basuki yuwana sirna papa sangsaya
sampurnaning bebrayan gung Pancasila
mangambar gandanya rum
Indonesia langgeng mardika

Kelestarian, kejayaan dan kemakmuran Indonesia sebagai bangsa mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari rakyat Jawa. Meskipun demikian orang Jawa tidak begitu ekstrim memegang sifat kedaerahan. Terbukti bahasa Indonesaia bisa diterima oleh orang Jawa sebagai bahasa nasional kenegaraan. Kepribadian bangsa timur adalah salah satu kearifan timur. Masyarakat yang berkepribadian adalah masyarakat yang mem-punyai jatidiri sebagaimana pesan Ki Nartosabdo dalam tembang Aja Dipleroki:

Mas mas mas aja dipleroki
mas mas mas aja dipoyoki
karepku njaluk diesemi
solah lakumu kudu ngerti cara
aja ditinggal kapribaden katimuran
mengko gek keri ing zaman
mbokya sing eling
eling bab apa
iku budaya pancene bener kandhamu

Secara berjenjang disebutkan adanya upacara tata cara kerja, yang merupakan kualitas berkarya yang produktif, kreatif dan inovatif. Pribadi ketimuran akan melengkapi kearifan dunia. Di sini berarti kearifan yang berasal dari timur mempunyai andil yang besar terhadap usaha bersama dalam percaturan dan per-gaulan internasional. Daerah Pedan Klaten mempunyai produk unggulan lurik. Produksi dalam negeri boleh dikatakan terlantar, karena pasar terlampau silau dengan barang impor. Harus diakui bahwa produksi lokal itu prasaja dalam kemasan sederhana. Namun Ki Nartosabdo dengan halus menyindir perilaku itu dengan lagunya Ngagem Lurik:

Lurik-lurik lurike weton Pedan
tur lumayan sing ngagem sajak kepranan
lurik-lurik lurike weton Trasa
nadyan prasaja sing ngagem katon gembira
Pedan Trasa lurike pancen kaloka
tuwa mudha ngagem lurik
katon endah tur ya murah
kuwi mas ndheke dhewe
mulane ja nglalekke
nengsemake nganggo weton nggone dhewe

Orang Klaten sadar arti penting kemandirian. Kalau berpi-hak pada produk sendiri, ekonomi akan cepat berkembang. Hal ini disebabkan karena ekonomi akan berputar kembali pada se-bagian besar penghuni komunitas yang bersangkutan. Keuntung-an ekonomi tidak sampai pergi ke luar yang hanya akan dinikmati oleh orang asing. Dengan produksi mandiri itu berarti akan menegakkan harga diri bangsa. Ketentraman masyarakat tercapai apabila kampung halamannya terasa aman. Ki Nartosabdo membuat lagu dengan judul

Rondha Kampung

Kenthongan iku tandha rondha kampung
aja wegah yo ayo kanca
mbok aja padha lembon
sing tanggon kampunge aman
nyata adoh durjana
saiki wancine nglilir
sing padha turu wancine nglilir

Sadar keamanan lingkungan dengan ronda kampung itu biasanya dilakukan secara bergilir. Di situ akan tercipta solida-ritas di antara pendukungnya. Kebersamaan yang dijiwai rasa sepenanggungan akan menggugah untuk menyelesaikan problem bersama. Masalah berat akan terasa ringan, apabila ditangani dengan gotong-royong. Kabupaten Klaten telah memberi pisung-sung agung bagi ketentraman ibu pertiwi. Tempat kelahiran Paku Buwono II di daerah Tegalgondo Klaten. Pesanggrahan Tegal-gondo dibangun sejak pemerintah Sinuwun Amangkurat Amral tahun 1677. Dekat dengan Umbul Cokro yang mengalirkan air bening.