Oleh : Dr. Aswan Jaya

Usia 77 tahun bagi sebuah negara masih tergolong muda. Banyak negara-negara dibelahan dunia ini sudah mencapai usia ratusan tahun. Tentunya Negara Republik Indonesia juga berkeinginan demikian bahkan berakhirnya bersamaan dengan berakhirnya Bumi ini, walau dilihat dari letak georafis dan demokgrafisnya memiliki banyak tantangan dan ancaman terhadap keinginan tersebut.

Selama 77 tahun Indonesia berdiri sebagai sebuah negara yang menyatukan banyak bangsa memang telah melewati berbagai dinamika, baik secara politik, ekonomi dan bahkan bencana alam maupaun non alam yang berpotensi terjadinya disintegrasi.

Untuk bencana non alam (Covid-19), saat ini Indonesia sedang berjuang keras dengan berbagai daya dan upayanya untuk lepas dari jerat pandemi tersebut. Alhamdulillah bahwa pimpinan negara Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo mengambil langkah-langkah bijaksana sehingga pandemi Covid-19 tidak lagi menjadi ancaman serius untuk sebuah intrupsi bernegara Republik Indonesia, sehingga dapat dimengerti pilihan tema 77 tahun Indonesia Merdeka adalah Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat. Pulih dari jerat pandemi dan bangkit sebagai negara yang kuat baik secara politik maupun ekonomi serta membawa peradaban baru yang lebih maju di muka Bumi.

Di tengah usaha keluar dari jerat Pandemi Covid-19 sesungguhnya Negara Republik Indonesia juga tengah berjuang untuk menghadapi persoalan-persoalan yang dapat dikatagorikan ideologis.

Pancasila sebagai sebuah falsafah Indonesia Merdeka yang dilahirkan oleh Bung Karno dan disepakati oleh para pendiri bangsa diganggu oleh sekelompok anak bangsa yang membawa ide-ide ideologi transnasional dengan berbagai pemikiran dan tidakan radikalisme bahkan sampai pada tindakan terorisme.

Ganguan-gangguan terhadap Pancasila yang inklud di dalamnya gangguan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pilihan sistem politik demokrasi bukan untuk pertama kalinya. Ditiga era Indonesia Merdeka, Era Orde Lama, Era Orde Baru dan Era Reformasi, gangguan-gangguan tersebut senantiasa hadir.

Era Orde Lama ; Pondasi Kesadaran Satu Bangsa

Merupakan era saat awal-awal Indonesia Merdeka. Ancaman melanjutkan kemerdekaan dalam bingkai Persatuan Indonesia terhadap bangsa-bangsa yang ada begitu sangat nyata. Ancaman tersebut diwarnai oleh dua basis besar. Basis yang berlandaskan semangat kedaerahan dan berbasis ideologis. Ancaman tersebut diwujudkan dalam bentuk – yang dapat disebut – pemberontakan.

Pemberontakan-pemberontakan yang diketahui melaui catatan sejarah antara lain Pemberontakan PKI DI Madiun, Pemberontakan Permesta, DI/TII, PRRI, dan masih kontroversial Pemberontakan G30S/PKI.

Selain pemberontakan-pemberontakan tersebut di era awal Indonesia Merdeka juga menghadapi perjuangan yang cukup sengit saat menghadapi kolonial Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia, sehingga peristiwa ini melahirkan dua hal yaitu Hari Pahlawan Nasional tanggal 10 November dan Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh para Ulama di Kota Surabaya.

Peristiwa-peristiwa di atas telah menjadi dialektika terbentuknya kesadaran yang kuat terhadap satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia tanpa menghilangkan warisan budaya dari bangsa sebelumnya. Dialektika terbentuknya kesadaran bangsa yang satu dan kuat ini melanjutkan kesadaran satu bangsa di era Sriwijaya dan Majapahit.

Awal Indonesia Merdeka, juga membentuk sebuah proses sistem politik yang ideal untuk mengakomodir berbagai kepentingan dari seluruh anak bangsa dengan pondasi kesepakatan untuk mufakat sebagaimana yang disampaikan Bung Karno pada Pidato 1 Juni 1945 tentang Dasar Indonesia Merdeka.

Pada era ini, sistem politik dan pemerintahan begitu dinamis. Ada beberapa sistem pemerintahan yang pernah diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia di bawah Presiden Soekarno, seperti Sistem Presidential, Parlementer, Demokrasi Liberal, Konstituante dan terakhir Demokrasi Terpimpin.

Ide-ide sistem pemerintahan yang berlandaskan mufakat yang sangat dinamis ini tidak terlepas dari dinamika kesadaran berbangsa yang juga masih sangat dinamis (lihat peristiwa-peristiwa pemberontakan). Namun demikian, di era ini tercatat, walau hanya satu kali, pernah menyelenggarakan Pemilu yang diyakini sangat demokratis pada tahun 1955.

Dinamika sistem politik dan pemerintahan di era Orde Lama dapat dikatagorikan sebagai proses pendewasaan menuju Indonesia yang demokratis.

Era Orde Baru ; Dua Sisi Gelap

Terlepas dari perdebatan peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, yang kemudian dikenal dengan era Orde Baru, dinamika menguatnya nilai kebangsaan masih terus diuji dengan hadirnya kelompok sparatis GAM di Aceh dan OPM di Papua.

Kedua peristiwa ini tidak terselesaikan di masa Orde Baru, gerakan sparatis GAM baru berhenti pasca pristiwa bencana alam terbesar dalam abad ini, Tsunami yang terjadi di era Reformasi tahun 2004, sementara OPM masih sangat dinamis hingga saat ini. Selain itu gerakan-gerakan sparatis yang muncul tidak begitu signifikan dalam mempengaruhi penguatan kesadaran satu bangsa.

Fokus analisis era Orde Baru yang lebih menarik adalah pembangunan dan sistem demokrasi.

Secara fisik, pembangunan ekonomi begitu sangat tanpak. Berbagai fasilitas umum dan bangunan-bangunan publik berdiri kokoh, infrastruktur publik juga demikian. Dalam hal ini Soeharto sebagai Presiden pun dinobatkan sebagai Bapak Pembangunan.

Dibalik keberhasilan itu, ternyata menyimpan sisi gelap yang merontokkan seluruh keberhasilan itu. Bahwa pondasi pembangunan tidak berpijak pada kemandirian ekonomi, berbasis hutang luar negeri dengan menggadaikan berbagai kekayaan sumber daya alam dan pandemi penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme akhirnya meluluh-lantakkan ekonomi Indonesia yang dikenal dengan krisis moneter dan menjadi penyebab runtuhnya era Orde Baru.

Disisi lain, pemerintah Orde Baru sesungguhnya berhasil dalam menstabilkan sistem politik dan pemerintahan. Program fusi partai-partai politik yang dikelompokkan pada keseragaman warna mampu mengkondisikan dinamika politik pada Pemilu yang rutin dilaksanakan perlima tahun.

Pun di tengah keberhasilan itu membawa sisi gelap demokrasi. Kepesertaan Pemilu dengan dua Parpol dan satu Ormas (Golkar), otoritas pelaksana pemerintah berkuasa itu sendiri, menyebabkan transparansi hasil Pemilu menjadi buram. Kontrol terhadap calon-calon legislator yang wajib lulus dari skrening badan khusus menghantarkan Soeharto menjadi penguasa yang nyaris tidak tersentuh untuk wacana suksesi. Proses ini melahirkan otoritarisme kekuasaan yang dijalankan secara semena-mena.

Kebebasan demokrasi sebagaimana sejatinya dikaburkan dengan berbagai peraturan yang mengekang hak-hak demokrasi warga sipil.

Sisi gelap pembangunan ekonomi dan demokrasi menjadi pelajaran selanjutnya pasca Ordw Baru.

Era Reformasi ; Titik Awal Kesadaran Satu Bangsa

Sisi gelap Orde Baru menghantarkan dinamika yang memperkuat kesadaran kebangsaan, ekonomi dan politik menjadi dinamis kembali.
Sistem Pemilu kembali membuka ruang kepada siapapun untuk ikut ambil bagian dalam setiap sisi pemerintahan dengan sebuah catatan bahwa sistem demokrasi yang dipilih menganut sisi liberalisme. Namun demikian pilihan sistem ini mampu mengakomodir berbagai kepentingan ideologis dan semangat kedaerahan.

Untuk sektor ekonomi, secara lamban namun pasti akan membentuk sebuah pondasi ekonomi yang berbasis kemandirian dengan memperkuat keterlibatan masyarakat melalui UMKM. Pemerintah pun mulai serius membangun sistem keterlibatan produk-produk UMKM dalam setiap proses penggunaan anggaran untuk pembangunan melalui sistem E-Katalog

Sementara, sistem pengawasan untuk tidak masuk semakin dalam kesisi gelap pandemi KKN, pemerintah terus memperkuat lembaga-lembaga yudikatif dan termasuk KPK, walau aspek prestasi kerjanya masih harus terus dievaluasi.

Implementasi seluruh agenda reformasi menjadi bukti bahwa proses kesungguhan warga bangsa-bangsa di Indonesia menjadi satu kesadatan yang sama yaitu satu bangsa Indonesia adalah sebuah kenyataan yang begitu kuat.

Penutup

77 tahun Indonesia Merdeka masih sangat dinamis terus berproses menuju penguatan nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi. Potensinya begitu besar sebab warga bangsa Indonesia senantiasa belajar dari sejarahnya.

Seluruh tapak sejarah dinamika politik dan ekonomi telah menggiring sebuah kesadaran untuk menjadi dan memperkuat kesadaran menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia.