Oleh : Aswan Jaya (Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Sumut)
Dalam sebuah komunikasi, makna dan proses merupakan dua faktor penting. Karena kedua kata tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dari aktivitas komunikasi. Jika tepat memaknai pesan yang disampaikan dalam komunikasi, maka komunikasi akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.
Sebaliknya, ketika salah memaknai pesan dalam aktivitas komunikasi maka yang selalu terjadi adalah miscommunication, atau dalam bahasa Indonesia lazim disebut dengan miskomunikasi.
Kesalahan dalam memaknai pesan dapat menimbulkan konflik. Baik bersifat sederhana maupun rumit. Banyak penelitian dilakukan yang menyimpulkan bahwa miskomunikasi adalah penyebab utama konflik kemanusiaan.
Sebagai contoh, ketika berkecamuknya Perang Dunia II yang lalu. Ketika Jepang diminta oleh sekutu (Amerika Serikat) agar menyerah, Jepang menjawab permintaan tersebut dengan menggunakan perkataan “mokosatsu”. Maksudnya adalah “tidak memberikan komentar sampai keputusan diambil”. Tetapi, kata mokosatsu oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “ignore”, yang berarti “tidak perduli”.
Miskomunikasi inilah yang menjadi salah satu penyebab Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom dalam Perang Dunia II tersebut.
Proses Komunikasi
Proses komunikasi sangat penting dalam menentukan keberhasilan memaknai pesan. Proses merupakan esensi dari komunikasi. Sebuah proses bersifat fundamental dan universal.
Proses yang berlandaskan pada pengalaman-pengalaman antar komunikator dan komunikan juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan memahami makna pesan.
Schram menyatakan, bahwa apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain; dengan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif (miscommunication).
Dalam dunia politik, ketepatan dalam memaknai makna pesan yang disampaikan dan bagaimana proses komunikasi dilakukan juga sangat penting. Terjadinya kesalahan dalam proses memberikan pesan oleh seorang politisi kepada masyarakat, akan berakibat pada kesalahan dalam memaknai pesan tersebut oleh masyarakat.
Bila ini terus terjadi dalam sebuah kegiatan komunikasi politik, maka maksud dan tujuan politik tersebut akan bermuara pada kekisruhan dan keributan. Diskusi warung kopi pun menjadi rujukan utama.
Makna dalam Komunikasi
Beberapa kalimat berikut ini sebagai contoh pemaknaan dalam komunikasi. Kalimat aku benci kamu, bisa memiliki makna yang tidak sama bila diucapkan dengan gestur dan suasana yang berbeda.
Dalam suasana konflik dan diucapkan dengan nada tinggi, maka kalimat tersebut bermakna adanya rasa marah dan penolakan. Namun bila diucapkan dalam suasana santai, dengan gestur gurauan, maka makna yang ditangkap bisa saja berubah.
Contoh kalimat itu menjelaskan, bahwa terkadang pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda.
Penafsiran yang salah dalam memaknai pesan komunikasi inilah yang seringkali menyebabkan gagalnya sebuah proses komunikasi.
Biasanya, kegagalan memaknai sebuah pesan dalam komunikasi disebabkan adanya gangguan, atau biasa disebut dengan noise. Noise dapat terjadi karena banyak hal, misalnya perbedaan cara pandang, perbedaan latar belakang (baik budaya, pendidikan maupun ekonomi), dan lain sebagainya.
Miskomunikasi dan Politik Elektoral
Berkaitan dengan situasi saat ini, peranan komunikasi cukup penting dalam membangun sebuah branding atau pembentukan citra politik. Dalam sistem politik elektoral yang terbuka – kalau tak ingin disebut liberal – saluran dalam menyampaikan pesan politik pun sangat menentukan keberhasilannya.
Tetapi pencitraan politik tidak serta-merta terjadi dalam waktu yang singkat. Perlu proses bertahap dan memakan waktu yang panjang, agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dimaknai dengan tepat oleh masyarakat yang dituju.
Anehnya, dalam politik elektoral selalu saja kajian ilmiah terbantahkan oleh fakta politik. Bahwa tingkat keterpilihan tidak selalu ditentukan oleh proses komunikasi yang panjang, tetapi lebih pada ketepatan dalam merangkai strategi politik. Boleh saja strategi politik dianggap menjadi dasar keberhasilan seorang politisi, dengan catatan tidak terjadi miskomunikasi dalam proses penyampaiannya.
Berhasil atau tidaknya sebuah pesan politik, bergantung pada bagaimana cara pengemasan makna yang hendak disampaikan. Semakin sederhana cara pengemasan dan penyampaian pesan, semakin sedikit kesalahan memaknai sebuah pesan. Semakin dekat pesan yang disampaikan dengan keseharian masyarakat, semakin sedikit kekeliruan dalam memaknai pesan yang disampaikan.