JAKARTA | ARUSMALAKA.COM

Terhadap kasus terbunuhnya Brigadir J, Polri langsung melakukan bersih-bersih di internal mereka. Selain menetapkan 5 tersangka utama termasuk bekas Kadiv Propam Polri Ferdy sambo dan istrinya Putri Candrawathi.

Sebagai wujud keseriusan, polisi juga telah melakukan pemecatan dan menahan 35 oknum polisi lainnya mulai level tamtama sampai perwira tinggi yang terlibat persekongkolan lewat praktik obstruction of justice.

Namun dibalik kasus ini, faktanya bukan hanya institusi Polri yang ternoda, Dewan Pers sebagai payung dari seluruh media di tanah air, juga terindikasi tercemar atas kasus yang menggegerkan nusantara tersebut. Pemberitaan pers diawal sempat mengikuti irama bohong dari Sambo.

Dugaan itu pertama kali muncul saat hadirnya penasihat hukum tersangka Putri Candrawathi ke Dewan Pers, yang disusul dengan ucapan Yahdi Hendriana, selaku Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers meminta media hanya mengutip apa yang disampaikan oleh pihak Polri ketika pertama kali kasus ini mencuat atau dengan kata lain jurnalis tidak diperkenankan memberitakan dari nara sumber lain meski kemudian pernyataan itu diralat sendiri oleh Yahdi.

Atas hal ini, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sumatera Utara, Teuku Yudhistira kembali angkat bicara. Dikatakan Yudhis, harusnya dipahami bahwa fungsi pers itu adalah menyampaikan informasi kepada publik terkait segala informasi dari berbagai sumber.

Pers harus memberikan informasi kepada publik dengan tetap berpedoman kepada UU Pers No 40 tahun 1999, bukan tunduk kepada arahan Dewan Pers.

Dengan demikian, kata Yudhis, dalam setiap menyiarkan pemberitaan, pers tidak diperkenankan mempublikasikan yang sifatnya spekulasi, apalagi informasi yang lahir dari persekongkolan.

“Khusus dalam kasus Sambo, pers justru terkotak-kotak karena adanya indikasi gratifikasi (suap) yang mengalir ke oknum di Dewan Pers, sehingga ujung-ujungnya ada upaya dari lembaga yang katanya sebagai pengontrol pers, malah berupaya menggunakan powernya untuk menyetir media dalam pemberitaan soal Fredy Sambo,” tegasnya di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).

Dengan beredarnya isu ini, seharusnya pihak berwenang dalam mengawasi setiap aktivitas pers termasuk yang berkompoten mengawasi dewan pers, harus bisa meniru langkah polisi dalam melakukan bersih-bersih di lembaga itu.

“Hal positif yang dilakukan Polri harusnya bisa ditiru pihak yang mengawasi Dewan Pers. Bersihkan siapapun oknum yang terlibat kongkalikong dalam masalah Sambo khususnya terkait pemberitaan ysng sudah terbukti tidak sesuai fakta. Jangan sampai pers yang fungsinya sebagai sosial kontrol malah jadi dikontrol. Karena harus diakui, pers yang menyiarkan berita secara masif dan objektif, turut punya andil membongkar kejahatan kemanusiaan oleh Sambo yang penuh skenario tersebut,” ujarnya.

Kembali lagi kepada topik semula, sambung Yudhis, indikasi-indikasi yang mencuat ke publik terkait Dewan Pers ini harusnya bisa menjadi pintu masuk bagi aparat hukum guna menelisik secara hukum ke dalam lembaga ini.

“Kita desak supaya dilakukan pembersihan total di dalam Dewan Pers. Pecat semua anggota Dewan Pers. Kami sebagai insan pers tidak sudi lembaga yang katanya payung dunia jurnalistik di tanah air malah dinodai oleh oknum-oknum yang selama ini makan dari Dewan Pers dan menjadikannya sebagai lembaga untuk mengenyangkan perut sendiri dengan cara-cara tak beretika,” kecamnya.

Sebagai langkah nyata dan tegas, pria yang tengah melanjutkan program Magister di Universitas Darma Agung Medan ini, tengah mempersiapkan berbagai alat bukti indikasi penyelewengan yang dilakukan Dewan Pers.

“Atas nama IWO Sumut dan sebagai insan pers serta Pemimpin Redaksi media online, hari Senin, 5 September 2022 pekan depan, saya akan melaporkan Dewan Pers ke Bareskrim Polri atas kasus gratifikasi. Apalagi mengingat pada saat indikasi suap itu terjadi, posisi Ferdy Sambo masih sebagai abdi negara, belum dipecat. Kami juga akan mendiskusikan segala pasal dalam KUHP, UU Pers, UU T.

(Sugito)