Oleh: Dr Purwadi, M.Hum.
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA.
Hp 087864404347

A. Mataram Kartasura

Berdirinya Kraton Kartasura dengan sengkalan. Katon sunya hangrasa wani. Terjadi pada hari Rabu Pon, tanggal 27 Ruwah 1677.

Dhandhanggula

Semut ireng anak anak sapi.
Kebo bongkang anyabrang bengawan.
Keyong gondhang prak sungute.
Timun pikulan wolu.
Surabaya geger kepati.
Geger wong moyak macan.
Den wadhahi bumbung.
Alun alun Kartasura.
Gajah meta cinancang wit sidogori.
Mati cineker ayam.

Babad Kartasura menyebutkan rerepen tembang dhandhanggula begitu terkenal. Lagunya enak, syairnya penak, ukaranya jenak dan bisa bikin tidur nyenyak. Kartasura sebagai ibukota Mataram memberi kontribusi cemerlang.

Jasa atas berdirinya Kraton Mataram Kartasura perlu dikenang. Tokoh utamanya yaitu Kanjeng Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. Wawasan dan gagasan besar diwujudkan dengan karya nyata.

Mataram punya ibukota baru. Berdirinya Kartasura sebagai Ibukota Kraton Mataram atas jasa Sinuwun Amangkurat Amral.
Kartasura kota yang sangat penting. Sejarah Kabupaten Sukoharjo berhubungan dengan pembukaan wilayah Kartasura pada tahun 1677. Saat yang penuh kebahagian.

Pelopor pindahan ibukota adalah Gusti Raden Mas Rahmat. Beliau adalah cucu Pangeran Pekik, Bupati Surabaya. Gusti Raden Mas Rahmat merupakan putra Sinuwun Amangkurat Tegal Arum yang menikah dengan Kanjeng Ratu Wetan atau Ratu Mas. Kelak Gusti Raden Mas Rahmat menjadi raja Mataram dengan gelar Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya . Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya ini, kraton Mataram beribukota di Kartasura.

Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram oleh Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya tahun 1677. Letak Kartasura amat strategis. Terhubung langsung dengan jalur penting kota di pesisir dan pedalaman.

Umbul Cakra dan Pengging mengalir ke Kartasura dan bertemu di Kali Larangan. Wilayah Sukoharjo ini punya sistem pengairan maju yang dipimpin oleh KRT Tirtonegoro.

Wilayah Sukoharjo sungguh menawan hati. Tanah subur di bawah kaki Gunung Merapi Merbabu. Mata air Bengawan Solo dari Gunung Sewu Wonogiri mengalir sampai selat Madura. Pada masa kejayaan Kraton Mataram Kartasura, berkembang pesat kesusasteraan, kesenian dan kerajinan. Daerah Bekonang Sukoharjo menjadi sentra industri gamelan.

Kitab kitab Jawa klasik diolah menjadi sastra dengan metrum macapat. Babad Tanah Jawi, Serat Menak, Serat Kandha dan Serat Panji diproduksi besar besaran. Kurun waktu antara tahun 1677- 1745 Kartasura menjadi pusat pembelajaran seni kerawitan, tari dan pedalangan.

Kerajinan gamelan dan wayang diekspor sampai ke Asia Timur, Selatan, Barat, dan Tengah. Sebagian dipasarkan di negeri Eropa. Puncak puncak kebudayaan gagrag Kartasura berkontribusi besar terhadap peradaban global. Busana wayang wong yang amat indah banyak dibuat di Sukoharjo.

Dunia berhutang budi pada produktivitas, kreativitas dan aktivitas kebudayaan Kartasura. Warisan luhur yang mendapat apresiasi. Ibukota Mataram Kartasura dibangun oleh Sri Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya pada tahun 1677. Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram karena letaknya sangat strategis. Jalur utama yang menghubungkan kawasan penting di Pulau Jawa. Arah utara menuju kota Semarang.

Arah barat menuju ke daerah Yogyakarta. Arah timur menuju kota Surabaya. Ahli bangunan dari Surabaya dan Makasar itu dulu yang mengembangkan Sukoharjo menjadi kota modern.

Loh subur kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sarwa tinuku.

Itulah alasan Sinuwun Amangkurat II atau Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya menjadikan Kartasura sebagai pusat pemerintahan Mataram. Studi kelayakan melibatkan pakar tata kota dari negeri Tamasek Singapura. Diundang pula arsitektur India yang pernah membangun Taj Mahal. Jadilah struktur perkotaan yang amat indah.

Sukoharjo diganjar alam yang menawan. Bila mata memandang ke arah barat, tampak megah gunung Merapi dan gunung Merbabu. Dua gunung kembar ini berdiri kokoh seolah olah gapura jagad.

Waktu orang bangun tidur pada pagi hari gunung Merapi dan gunung Merbabu begitu indahnya. Ganjaran Tuhan yang besar dan mengagumkan. Seolah olah gunung Merapi dan Gunung Merbabu adalah gapura, pintu gerbang wilayah barat.

Dari Sukoharjo bila memandang jagad wetan. Tatapan mata ke arah timur kelihatan begitu agung anggunnya gunung Lawu. Berbeda dengan gunung Merapi dan gunung Merbabu, suasana gunung Lawu tampak lebih angker, magis, mistis. Di sinilah Raden Gugur putra Prabu Brawijaya bertapa dan muksa. Maka orang banyak menjalankan tapa brata, semedi dan meditasi di Gunung Lawu.

Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya tiap bulan Sura memimpin upacara ritual di Gunung Lawu. Beliau bermeditasi beserta para pengawal kerajaan. Sukoharjo dataran yang dikelilingi gunung dan bukit. Daerah perbukitan Selatan Barat, terdapat industri jamu di Tawangsari dan Nguter. Mereka menjadi apoteker tradisional yang handal. Terkenal dari Sabang sampai Merauke.

Gunung Sewu sebagai mata air Bengawan Solo tampak dari arah selatan. Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya berkunjung ke Kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Beliau lelaku tapa brata untuk meneruskan tradisi yang dijalankan Panembahan Senapati. Orang Sukoharjo kerap menjalankan laku spiritual, cegah dhahar lawan guling.

Masyarakat Sukoharjo terbiasa dengan ngelmu ghaib. Penghayat kebatinan tumbuh semarak. Semua makhluk halus yang ada di sepanjang gunung Sewu tunduk para raja Mataram.

Bahkan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa pantai selatan pun dan bala tentaranya berserah diri pada raja Mataram beserta keturunannya. Bagi Penghayat Kejawen amat percaya dengan sepenuh hati. Termasuk kepercayaan kepada Ki Ageng Balakan, putra raja Majapahit yang dimakamkan di Sukoharjo. Beliau tokoh yang sangat dihormati.

Mata memandang dari Sukoharjo. Saat menghadap ke utara terlihat pegunungan Kendheng. Di sini tokoh Mataram banyak dijumpai.

Misalnya Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Penjawi. Makam tokoh mulia ini sangat dihormati oleh keluarga Mataram. Betapa kayanya gunung Kendheng. Ada kayu jati, batu kapur, minyak tanah, gas bumi, pari gaga dan burung perkutut. Semua berkualitas ekspor. Dunia berebut untuk menguasai gunung Kendheng. Kekayaan dunia yang berlimpah ruah.

Kerajaan Kartasura turut membangun Gunung Kendheng. Masyarakat Sukoharjo percaya bahwa gunung Kendheng menjadi piranti tolak balak. Berikut kutipan perjuangan Sunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya dalam Babad Tanah Jawi.

Dhandhanggula

Kang cinatur sejarah Matawis,
Wusnya Nata Agung Hamangkurat,
Surut haneng Galwangine,
Kuthagara Kedhatun,
Pleret dinulu risak sami,
Marma tan pantes dadya,
Pusering praja gung,
Sigra Sang Baginda arsa,
Ngalih amrih lumastariya kang negri,
Rinembak lan pra Patya.

Tan tinulis panitiking siti,
Kang pinangka hangalih nagara,
Padene dhatulayane,
Pindahnya wus tinamtu,
Hawit dene hanguciwani.
Titi sajumenengnya,
Amral kang Sinuwun,
Mapan wus wineceng jangka,
Tamat babad Pleret bawa boyong wukir,
Tilar tilas tan kocap.

Yen sinungging pra bebedra sami,
Sengkut bikut genya nambut karya,
Datan ngungak reriwene,
Hamangkurat jejuluk,
Ping dwi wus purna hangyasani,
Kadhaton wana karta,
Tuhu sinengkuyung,
Sing pra hangadhep Jeng Sunan,
Kukuh bakuh tanggap cobaning Hyang Widi,
Hagal halus dhumawah.

Jasa besar Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya dalam membangun Sukoharjo perlu dikenang. Perpindahan ibukota kerajaan Mataram dari Plered ke Kartasura berjalan lancar. Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya menjadi tokoh sejarah sebagai bapak Kartasura. Beliau pantas diusulkan menjadi pahlawan Nasional.

  1. Lingkungan Kota Kartasura.

Mijil

Sang patih sigra mranata baris.

Nyawiji gumolong.

Dhampyak Dhampyak gumregut swarane.

Binarung krapyak watang agathik.

Gumelar ngebaki.

Suraknya gumuruh.

Patih atau perdana menteri bekerja sepenuh hati. Perencanaan pembangunan Sukoharjo sebagai kawasan sentral Mataram dilakukan dengan saksama. Ahli Mataram berkumpul untuk menentukan langkah yang tepat.

Cakra Pengging.

Gumrojog banyu bening

tuking gunung umbul Cakra Pengging

mili ngetan tumuju Kali Larangan

Kartasura Surakarta sakbanjure

mili neng bengawan gedhe

Lagu ini cukup jelas menggambarkan lingkungan wilayah Sukoharjo. Daratan luas yang subur terbentang dari wilayah Prambanan, tepat sebelah timur Kali Opak.

Dari hulu Gunung Merapi mengalir Kali Dengkeng yang bergabung dengan Bengawan Solo. Sawah dengan kualitas terbaik menjadikan kanan kiri Kartasura sebagai lumbung beras. Hal ini mengingatkan pengusaha Baki Sukoharjo yang berjualan sego liwet.

Sepanjang sejarah padi terus menerus berbuah. Kebun tembakau, teh, duren, palawija beraneka rupa. Lumrah sekali Kabupaten Sukoharjo memiliki slogan Sukoharjo Makmur.

Aliran bengawan Solo menjadi sistem irigasi yang cocok untuk budidaya pertanian. Aliran sungai Dengkeng dan kaliworo merupakan pasokan air dari gunung Merapi, Gunung pegat dan Gunung Ijo.

Sego liwet adalah produk kuliner unggulan Sukoharjo. Ciri khas orang Kartasura adalah pandai masak. Kuliner dari yang murah sampai paling mahal jelas tersedia. Jajanan memanjakan lidah. Lauk pauk berjenis-jenis. Ragam minuman berkelas pasti ada.

Dalam hal makanan orang Kartasura terlalu sensitif. Harus enak, gurih dan nyamleng. Dari dulu sampai sekarang prinsip itu dipegang teguh. Biar orang mlarat sekalipun, soal makan tetap harus enak. Justru karena miskin, maka harus pintar bikin bumbu. Supaya bahan sederhana pun tetap enak gurih.

Sepanjang jalan Kartasura ramai jualan makanan. Nasi liwet, timlo, bebek goreng, jenang, jadah, wajik, wedang, cemoe, rondhe siap untuk dihidangkan.

Raja Amangkurat Surabaya mengundang koki dari seluruh pelosok dunia. Usaha kuliner dibina oleh Sinuwun Amangkurat Surabaya , dengan mendatangkan juru masak dari Tiongkok.

Tiap tahun diselenggarakan festival dhaharan nyamleng yang diikuti dari utusan Kabupaten Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Orang Baki Sukoharjo kerap dilibatkan dalam pelatihan bumbu. Juru masak istana dilatih untuk meningkatkan mutu bumbu.

Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya terkenal sebagai juru masak handal. Kerap beliau terjun langsung di Sasana Gandarasan yang menjadi pusat dapur istana Kartasura. Sampai sekarang Sukoharjo terkenal sebagai kawasan yang menyediakan aneka ragam masakan. Ini berkat jasa Sinuwun Kartasura.

Pembangunan istana Kartasura berlangsung lancar. Karena menggunakan basis data dan penelitian yang memadai. Terlebih lebih eyang kakungnya yaitu Pangeran Pekik adalah Adipati Surabaya yang menguasai Tanjung Perak. Pelabuhan ini berkembang pesat.

Pusat bisnis terbesar di Nusantara bagian timur dan tengah. Pangeran Pekik membantu cucunya untuk membangun istana Kartasura. Sebagai pelaku bisnis yang kaya raya, mudah baginya untuk memajukan kerajaan Mataram Kartasura. Sukoharjo dan sekitarnya ikut maju indah tertib.

Peranan wanita sangat penting. Wanita tegese wani mranata. Istri Pangeran Pekik bernama Ratu Pandhansari. Eyang putri Amangkurat II ini terkenal sebagai saudagar perhiasan. Emas, perak, intan, permata sering dikirim ke mancanegara. Bahkan ratu Pandhansari memiliki usaha perak di Kota Gedhe, industri alat rumah tangga di Sidoarjo dan ukir-ukiran di Jepara.

Boleh dikata Ratu Pandhansari yang juga adik Sultan Agung ini adalah pengusaha kaya raya. Bahkan beliau punya usaha budidaya mutiara di kawasan Nusa Tenggara. Ratu Pandhansari begitu berjasa pada masyarakat Sukoharjo.

Arek arek Surabaya aktif membangun Sukoharjo. Tentu atas perintah Adipati Pekik. Dari usaha eyang kakung dan eyang putri ini, Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya menjalin bisnis dengan kontraktor, korporasi dunia, bisnisman internasional.

Kraton Mataram Kartasura berdiri megah, mewah dan indah. Rakyat bahagia sejahtera lahir batin. Kraton dibangun dengan swadaya. Kraton tidak punya hutang. Semua tercukupi sendiri. Berdaulat dalam bidang ekonomi. Kemandirian masyarakat Sukoharjo dalam berbisnis bersifat historis. Mereka terlatih memutar roda ekonomi secara turun tumurun.

C. Pemindahan Ibukota dari Plered ke Kartasura.

Kartasura memang kota penting. Perjalanan Masyarakat Sukoharjo dalam Mewarnai Sejarah Peradaban Jawa.

Keberadaan Sukoharjo amat penting dalam dinamika pengembangan sejarah peradaban. Perpindahan ibukota Mataram dari Plered ke Kartasura berjalan lancar. Tenaga ahli profesional bekerja keras siang malam. Hasilnya sukses gemilang.

Perancangan dan pelaksanaan dihitung cermat. Sunan Amangkurat ll atau Amangkurat Surabaya besar sekali jasanya.

Silsilah Sunan Amangkurat II dalam bahasa Jawa secara lengkap adalah sebagai berikut: Putra Dalem Ingkang Sinuwun Prabu Hamangkurat Agung, ingkang nomer 1, miyos saking garwa G.K.R. Putrinipun Pangeran Pekik Surabaya patutanipun kaliyan. G.K.R. Wandhansari. Mereka adalah ahli yang bermoral handal profesional.

Rayi Dalem Ingkang Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo. Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Amral asma Raden Mas Rahmat Kuning. Miturut garis silsilah. Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II Amral utawa Amangkurat Surabaya Saking Ibu dalem G.K.R Pambayun. Sunan Ampel Denta, peputra:

Pangeran. Surabaya peputra. Pengeran Pekik Surabaya , peputra: GKR Pambayun G.K.R. Kulon, Prameswari dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Agung, peputra: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II Surabaya. Raden Mas Ning.

Ingkang Sinuwun mindhahaken Kraton Pleret dhumateng Wonokerto. Wondene Wonokerto kanamekaken Kartasura Hadiningrat, ing dinten Rebo Pon tanggal 27 Ruwah Alip 1603 Jawi. Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II Surabaya nurunaken nata Sinuwun Amangkurat III atau Amangkurat Mas. Karena lama tinggal di Pasuruan maka juga disebut Amangkurat Pasuruan.

Begitulah arah arus silsilah para tokoh Sukoharjo pada masa lampau. Untuk mendukung keterangan di atas dapat dikemukakan juga komunikasi antara panembahan Adilangu, keturunan kelima Sunan Kalijaga, dengan Amangkurat II.

Dalam misi militer itu Adilangu berhasil mengalahkan musuh negara. Dalam peristiwa diketemukan percakapan langsung antara Kadilangu dengan Amangkurat II, akan tetapi penggunan beberapa kata untuk mereka dalam komunikasi itu cukup memperlihatkan unggah ungguhing basa yang mereka pakai. Masyarakat Sukoharjo menguasai unggah ungguhing basa, kasar alusing rasa, jugar genturing tapa.

Pada waktu Amangkurat II berusaha membuat kemajuan negara. Lalu singgah di Adilangu dan nimbali Panembahan Natapraja dan Adilangu, yang kemudian sowan ke hadapan Amangkurat. Ketika dikatakan Natapraja memerlukan pusaka Mataram, Amangkurat II atau Amangkurat Amral tidak keberatan, tertulis dalam babad bahwa pusaka itu oleh Amangkurat II pinarengaken.

Kata Nimbali dan pinarengaken yang diucapkan Amangkurat II terhadap Panembahan Natapraja, yang keturunan ke-5 dari Wali Kalijaga, yang dulu sangat dihormati oleh keluarga Mataram. Sehingga nampak terdapat hubungan antara unggah unguhing basa dengan kekuasaan dinasti Mataram. Kadilangu dihormati orang Sukoharjo sebagai pewaris ajaran Kanjeng Sunan Kalijaga.

Begitu juga dengan penggunaan kata sowan untuk Panembahan Natapraja. Rehning Kraton Dalem Pleret lebet sanget papanipun, pramila lajeng pindhah dhateng Wonokerto.

Kadhaton enggal kanamekaken Kraton Kartasura. Pindhahipun nyarengi dinten Rebo Pon 27 Ruwah Alip 1603. Negari dalem kaparingan nama Kartasura Hadiningrat. Inilah hari penting bagi warga Sukoharjo.

Dhandhanggula

Sang Aprabu prapteng Wanakarti,
Gumarudug para wadya bala,
Kawula sentana ne,
Kadya sinebut sebut,
Katon sunya hangrasa wani,
Ya sinangkalaning candra,
Ri Buda Pon nuju,
Kaping pitulikur Ruwah,
Alip sewu nenem hatus telu dadi,
Kartasura Diningrat.

D. Sukoharjo Menjadi Pusat Pengembangan kebudayaan Jawa

Masyarakat Sukoharjo wajar berbangga atas wilayahnya. Dengan latar historis sosiologis ekologis dan teologis, boleh dikatakan bahwa Sukoharjo termasuk sentra pengembangan budaya. Kita simak saat peresmian ibukota Mataram Kartasura.

Panitia peresmian ibukota Mataram di Kartasura melibatkan abdi dalem dari SUBOSUKO WONOSRATEN, Sukoharjo Boyolali Surakarta Karanganyar, Wonogiri Sragen Klaten.

Mendhem jeto mikul dhuwur. Masyarakat Sukoharjo perlu tokoh yang berjasa. Selaku ketua panitia yaitu Patih Sindurejo yang berasal dari Paremono Muntilan Magelang. Dewan pertimbangan yaitu Pangeran Pekik bupati Surabaya. Tokoh tersebut perlu diingat jasa jasanya.

Alangkah indahnya proses sejarah ibukota Kartasura. Sinuwun Prabu Amangkurat ll mengundang para raja nusantara.

Tampak hadir raja Deli Serdang, Siak, Palembang, Banjar, Goa, Talo, Ternate, Tidore, Bahu Bahu, Bali, Cirebon dan Nusa Tenggara. Datang pula perwakilan dari kerajaan Malaya, Brunei, Sulu, Mongol, Turki, Bagdad, Kairo Mesir. Tiap delegasi tiba di pagelaran Istana, selalu disambut dengan gendhing pakurmatan Carabalen.

Sepanjang mata memandang, tampak lingkungan yang indah. Saat peresmian itu kota Kartasura dihias indah. Rontek, umbul umbul dan Bendera gula klapa berkibar. Barisan prajurit panyutra menyambut kedatangan tamu agung. Rakyat berduyun duyung dari segala penjuru. Mereka rumangsa melu handarbeni.

Wilayah Sukoharjo sedang pesta pora. Sepanjang titik kota digelar seni rakyat. Titik Selatan pentas reyog Ponorogo, tari kethek ogleng, jathilan. Titik timur pentas tayub sumbangan dari Sragen, Purwodadi, Ngawi, Tuban dan Nganjuk. Titik Barat pentas wayang kulit.

Titik Utara pentas ketoprak. Pentas seni dan pasar malam berlangsung 5 hari 5 malam. Rakyat bergembira ria. Makanan tersedia berlimpah ruah. Jajan pasar, kue Istana dan panganan tradisional disediakan gratis. Panitia sudah mengatur dengan sangat rapi. Semua kerja gumreget gumregut gumregah ngayahi pakaryan praja.

Umbul Umbul

Mbata rubuh budhaling wadya gumuruh. Tumandang girang girang.

Cukat ceket tandang. Jumangkah gagah gumregah liru pernah.

Wus samapta siyaga gya makarya. Angangkat karyane praja murih kerta harja.

Arum kuncara ngejayeng jagad raya. Masyarakat wilayah Sukoharjo bahagia, suka amarwata suta. Sejarah besar telah terjadi. Perpindahan ibukota Mataram di Kartasura berjalan dengan lancar dan sukses gemilang. Atas dukungan segala lapisan masyarakat, kerajaan Mataram tampil sebagai negara yang makmur, maju, aman damai, ayem tentrem.

Kerajaan Mataram yang beribukota Kartasura itu saka guru cikal bakal Kabupaten Sukoharjo. nyata nyata sebagai negeri kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Dalam rerepen magis kerap berkumandang ketawang kinanthi ganda mastuti, laras pelog pathet nem.

Nalika nira ing dalu. Wong Agung mangsa semedi. Sirep kang bala wanara. Sedaya wus sami guling. Nadyan ari Sudarsana. Wus dangu nggenira guling.

Pesanggrah Langenhajo tepi Bengawan Solo menjadi piranti untuk mahas ing ngasepi. Mereka minta sih nugrahaning Hyang Manon.

Tahun 1677 – 1745 Sukoharjo diampu oleh kerajaan Mataram yang beribukota di Kartasura. Tahun 1745 – 1755 Sukoharjo diampu oleh kerajaan Mataram yang beribukota di Surakarta. Tahun 1755 – 1945 Sukoharjo diampu oleh kerajaan Surakarta Hadiningrat. Sejak tahun 1945 Sukoharjo diampu oleh pemerintah Republik Indonesia.

Kita berharap besar. Masyarakat Kartasura, Nguter, Tawangsari, Mulur, Baki, Bekonang dan lainnya selama hayat masih dikandung badan tetap manunggal. Bersatu padu untuk mewujudkan Kabupaten Sukoharjo Makmur.

Kartasura menjadi ibukota Mataram tahun 1677-1745. Sejarah besar digores dengan tinta emas. Itulah masa kejayaan yang gemilang berkilauan. Warisan yang berharga bagi generasi sekarang.

Babad Kartasura menawarkan pengalaman yang berharga. Sinuwun Amangkurat Amral memindahkan ibukota Mataram dari Plered ke Kartasura hari Rabu Pon, 27 Ruwah1677. Babak baru kehidupan Kraton Mataram yang lebih cemerlang.