Oleh : Dr Purwadi M.Hum. Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara. Hp 0878 6440 4347
Sumber cerita wayang Timlong berasal dari Serat Panji. Kitab Jawa klasik ini ditulis oleh Sinuwun Paku Buwono IV. Raja Surakarta ini memerintah tahun 1788- 1820. Cerita Panji merupakan kisah romantis yang memuat tuntunan dan tontonan.
Pementasan wayang Timlong bersamaan dengan pekan budaya dan ekonomi kreatif. Diselenggarakan oleh Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat atau Pakasa. HUT Pakasa yang ke 91 diperingati sejak tanggal 29 Nopember 1931. Pakasa berdiri pada jaman Sinuwun Paku Buwono X yang memerintah tahun 1893- 1939. Narendra ingkang minulya saha wicaksana.
Pagelaran Kraton Surakarta sungguh tepat dan terhormat untuk mementaskan wayang Timlong. Lakon Sekartaji Jengkar dipilih, karena mengandung wulangan wejangan wedharan. Nilai etis filosofis dalam pertunjukan wayang Timlong cocok untuk membina mental spiritual bangsa.
Ketua Pakasa cabang Nganjuk berjasa besar dalam mendorong jalannya pementasan. Dr KPH Wirabumi SH berkenan memberi kata sambutan. Pangarsa Pakasa Punjer didampingi oleh Ketua Pakasa cabang Jepara, KRA Bambang Hadiningrat. Hadir pula ketua Pakasa Boyolali Kanjeng Surojo. Segenap sentana dan abdi dalem begitu suka gembira.
Hari Sabtu malam Minggu, 17 Desember 2022 wayang Timlong mendapat apresiasi besar. Dalang Ki Suyadi berasal dari Bongkal Panjen Pace Nganjuk. Kepala dusun atau Kamituwa ini juga menjadi abdi dalem Kraton Surakarta, dengan sebutan Raden Tumenggung Suyadi. Pagelaran wayang Timlong ini sekaligus wujud persembahan gawa gawe.
Terlebih dahulu pangarsa Pakasa Jepara dan Nganjuk menghaturkan cindera mata. Kenang kenangan ini merupakan bentuk darma bakti pada Pakasa Punjer. Sesanti yang dijunjung tinggi warga Pakasa : setya saraya rumeksa. Gelar seni wayang Timlong ini juga wujud darma bakti buat pengurus Pakasa pusat.
Gendhing yang mengiringi wayang Timlong khas sekali. Instrumen musik terdiri dari kendang, kempul, gambang, kethuk. Tampak sederhana. Tapi tetap semu agung anggun. Boleh dibilang sajian seni edi peni adi luhung.
Sajian gending terdiri atas gending andheg andheg. Berfungsi untuk mengiringi adegan janturan negari. Gending prakap digunakan untuk adegan golekan. Gending rangsang mirip dengan irama gending srepeg. Cocok untuk wayang berjalan.
Ragam musik wayang Timlong begitu menarik. Gending ngawe awe untuk adegan santai. Maka cocok untuk irama lagu dolanan. Gending grendhel digunakan untuk adegan jejer.
Lakon Sekartaji dibawakan oleh Ki Suyadi dengan penuh penghayatan. Waranggana 2 orang sudah berpengalaman. Wiyaga yang nabuh gamelan sangat menguasai irama gending. Pagelaran kraton Surakarta pun kelihatan meriah megah indah. Penonton benar benar terhibur. Suasana menjadi segar bugar.
Cerita panji mengambil setting Kraton Doho, Jenggolo, Kediri dan Kahuripan. Simpangan wayang Timlong menggunakan filosofi wayang purwa. Simpangan kiri melambangkan sifat negatif. Simpangan kanan melambangkan kebaikan.
Tancapan wayang Timlong menggunakan kayu berlobang. Tidak memakai debog. Kelir dibagi menjadi tiga bagian. Kanan, kiri dan tengah. Bagian tengah dibuat panggung, dengan kelir berhias.
Dengan kepeloporan Pakasa Nganjuk, maka eksistensi wayang Timlong mendapat pengakuan. Nguri uri budaya Jawa, agar tetap tumangkar ngrambaka.
Kehadiran pengurus Pakasa Nganjuk yang didukung oleh KMT Ida Srimurtini Madusari menambah bobot pakeliran. Rum kuncaraning bangsa, dumunung ing luhuring budaya.
Pangarsa Sentana KPH Sangkoyo Mangkukusumo menyerahkan tokoh wayang Panji. Tamu undangan dan penonton menikmati pagelaran. Sembah kalbu yen lumintu dadi laku. Manggih hayu ayem tentrem kang tinemu.
Ja lali ja keri kutha Nganjuk nggon seni.